Wow… mana mungkin?! Pastilah sangat membahayakan jika kita cermati judul di atas. Tidak hanya membahayakan bagi penghuninya, tapi juga membingungkan. Gila kali, itu pembunuhan namanya. Tapi apa ada ya hal seperti ini? “Rasanya tidak mungkin lah pak. Hanya orang bodoh saja yang berbuat seperti itu” kata mereka yang saya ajak bicara. Tapi jika kita mau berpikir lebih dalam lagi, perilaku itu ternyata ada. Contohnya orang yang mau bunuh diri dan tidak memiliki akal sehat. Wah… berarti jika itu ada, hanya dua itu ya alasannya…?!
Yaa… itu jika bangunannya phisik. Tapi kalau bangunannya itu sebuah institusi atau organisasi, apa ada alasan lainnya. Untuk tahu jawabannya, coba simak kemungkinan di bawah satu persatu alasan orang ingin merobohkan bangunannya dari dalam.
Pertama, adalah orang yang ingin merusak tatanan yang sudah bagus. Kekurangan atau ketidak mampuan dirinya akan sangat jelas terlihat dalam situasi seperti ini. Vested interest-nya mudah dibaca. Banyak cara dia akan lakukan. Misalnya dengan membungkam dan mengganti orang-orang disekitarnya tanpa memahami tujuan dari organisasi yang dipimpinnya. Bisa jadi dia tidak paham dengan jiwa dari organisasi tsb serta belum mengenal capability orang-orang dibawahnya. Tapi sudah melakukan aksi. Yang ada dibenaknya bagaimana interest pribadinya dapat terlaksana tanpa ada yang menghalangi. Serta ingin kelihatan berkuasa.
Dalam situasi seperti ini, jika top level management atau pihak-pihak yang peduli tidak jeli dan terkesan membiarkan, bangunan “organisasi” tersebut tinggal menunggu masa kehancuran. Jika hiduppun, organisasi itu pasti mandul. Karena hanya akan mengakomodir kepentingan satu orang “penguasa” dan kelompoknya, bukan goal Perusahaan.
Kedua, adalah dengan cara memasukan orang-orang yang tidak kompeten. Memberikan kedudukan untuk orang yang tidak tepat atau tidak jelas asal usulnya. Secara arogan dia bisa ujug-ujug mendudukan karib kerabatnya, sohibnya, titipan saudara/kelg. atasannya, bahkan orang yang lemah/invalid dan tidak perform sekalipun. Yang lebih parah lagi mengangkat orang-orang yang track record-nya hitam (bermasalah). Tidak jelas apa maksudnya. Namun dampaknya akan luar biasa bagi organisasi. Banyak orang akan demotivasi. Bahkan untuk yang punya talenta & profesional lebih baik memilih resign, dari pada tetap bertahan dan menyaksikan dagelan badut yang membosankan. Organisasi akan teraniaya, dan akan dilecehkan banyak orang. Orang menjadi tidak punya semangat lagi berkontribusi dan berkompetisi untuk memberikan yang terbaik bagi Perusahaan.
Istimewanya lagi, orang-orang seperti ini seringkali di-anak emaskan, walaupun kerjanya tidak becus. Sehingga aturan tinggal aturan. System tinggal system dan values “6C” menjadi tidak bernyawa.
Ketiga, lebih mengakomodir keinginan pihak lain diluar organisasi karena ada deal-deal pribadi. Bisa jadi dia duduknya/diposisikan bukan karena prestasinya. Bukan karena kinerja atau karena dia kompeten. Tapi karena belas kasihan orang atau dengan cara-cara yang tidak wajar. Jika ini ada, top level management harus bertanggung jawab mendudukkan orang-orang seperti ini. Hasil fit & proper test-nya paling jeblok, integritasnya sangat dipertanyakan, tapi kok bisa dia yang dipilih? Ada apa…?
Hal yang selanjutnya terjadi dan tidak bisa dielakkan, karena sudah terlanjur berjanji dia harus mengakomodir kepentingan orang lain, sekalipun harus melacurkan diri. Seperti mengamankan bisnis orang dekat atau kawan/saudaranya dan juga memperoleh keuntungan secara pribadi. Bahayanya lagi, anak dan keluarganyapun masuk jadi Kontraktor. Rela mengorbankan harga diri dan buta mata hati. Tidak peduli lagi apa kata orang, apalagi masa depan “nasib” organisasi.
Keempat, Boss ini suka menggunakan style “management by conflict”. Dia paling suka jika orang-orang dibawahnya tidak kompak, saling curiga mencurigai dan tidak peduli dengan performa/target organisasi. Dengan kondisi ini dia aman dan paling menikmati. Kekurangan “kebodohannya” pasti akan tertutupi dimata bawahannya. Dia berharap orang akan memilih menyelamatkan diri masing-masing. Dan yang paling penting, “sycophants” akan tumbuh subur dalam situasi seperti ini. Jika dipandang perlu dia akan susupkan orangnya “sychopants & oportunis” dalam kelompok yang masih solid untuk memata-matai. Dia suka memancing isu dan isu-isu yang tidak jelas langsung direspon untuk memperkeruh situasi.
Kelima, suka menutup kasus/masalah serta membela dan melepaskan orang yang bersalah. Ini jelas, karena dia sendiri punya vested interest dan berasal dari sisi yang gelap. Orang tipe ini paling benci dengan mereka yang berintegritas. Ini sangat berbahaya. Jika karakter pimpinan yang kita miliki seperti ini, kita hanya menunggu waktu kehancuran. Sinyal ini akan ditangkap oleh semua Pekerja dengan pesan “silahkan mencuri/korupsi, tapi hati-hati…!”.
Ke-enam, berdalih seolah-olah jadi pembaharu. Ingin melakukan perubahan dengan berbagai dalih yang dipaksakan. Sering kali tidak disadari oleh Ybs bahwa orang sangat mudah membaca niat yang tersembunyi tersebut. Berbagai alasan dia kemukakan untuk menjustifikasi rencananya. Dan biasanya dengan menggunakan kekuasaan mereka selalu berhasil melakukannya. Yang kasihan adalah nasib Perusahaan dan orang-orang didalamnya. Dampaknya memang tidak sekarang, bisa setahun bahkan sepuluh tahun kemudian. Jika dampaknya muncul, segala sesuatunya sudah terlambat.
Yang ketujuh, karena dominansi istri (atau suami jika istrinya Pekerja). Istri lebih kuasa dibanding suami. Sebagian orang bilang, kalau suaminya Manajer, istrinya bertingkah bagaikan VP bahkan lebih. Pokoknya minimal naik satu tingkatlah dibanding suaminya. “Ada Boss yang luar biasa arogannya, tapi begitu penakut dengan istrinya” kata sebagian rekan. Sampai-sampai nasib anak buah, siapa Vendor yang harus dimenangkan dan keputusan yang dibuat dlsb perlu campur tangan istri. Banyak Pejabat/Pekerja dicopot atau dipindah karena istrinya Boss tidak suka dengan orang atau istrinya tsb. Ada yang dirugikan ada juga yang diuntungkan, sehingga banyak yang meng-hamba kepada istrinya Boss. Meleset sedikit saja karena lupa membelikan oleh-oleh bisa menjadi masalah besar. Capek dech!
Sekarang, mari kita renungkan, seperti apa atasan kita. Mudah-mudahan tidak ada diantara 7 model tersebut. Jika ada, top level management harus segera bertindak, sebelum semuanya menjadi terlambat. Dalam situasi ini sulit untuk mendapatkan trust, apalagi kinerja excellent dari Pekerja. Jangankan untuk berpikir maju menjadi world class, mempertahankan kondisi yang ada saja susah. Pimpinan puncak harus punya kepekaan, temukan orang dengan tipikal ini dan segera lakukan aksi dengan cara apapun, mulai dari cara-cara elegan sampai dengan radikal.
Pilihan ada pada pimpinan puncak. Membela dan mempertahankan segelintir pimpinan perusak tersebut, atau memilih menyelamatkan Perusahaan. Kita berharap top level tidak akan mengorbankan kepentingan yang lebih besar “Perusahaan” .
Penulis masih punya keyakinan bahwa pimpinan kita selalu mengedepankan yang terbaik. Bisa membedakan hitam putih para Manajemen di bawahnya. Ini bukan masalah sederhana dan tidak bisa diabaikan karena sukses besar sebuah organisasi/Perusahaan tidak lepas dari siapa CEO nya. Sementara keberhasilan seorang CEO sangat tergantung bagaimana leadership dan integritas orang-orang dibelakangnya. Kejelian, kejernihan berpikir dan kepekaan nurani sangat dibutuhkan disini. Kita berharap, pimpinan puncak akan menghasilkan yang terbaik melalui orang-orang hebatnya. Follower yang berkarakter akan lahir dari mereka. Dengan hasil yang baik, Perusahaan pasti akan memberikan yang terbaik juga kepada kita semua dan bangsa ini. Semoga… (* penulis saat ini sedang menyelesaikan program Magister Hukum)