Be Careful Divestasi

by firdausbambang

“Wah kasihan tuch Abin, nge-divest asset nya lagi. Kemarin mobil, sekarang rumah”. “Emang napa dia jual-jualin asetnya” kata teman satunya. “Kayaknya usahanya lagi ndak bagus” sahut yang lain.

Ilustrasi di atas hampir mirip dengan Perusahaan. Tindakan melepas asset atau divestasi, dalam bisnis tradisional cenderung diopinikan negatif karena identik dengan suatu cara untuk mengurangi kerugian yang akan terjadi. Dikaitkan seolah bisnis di ambang kebangkrutan atau terjadinya kesulitan finansial sehingga harus menjual beberapa asetnya untuk menutupi kerugian dan berusaha menyelamatkan usaha yang dimiliki. Dalam bisnis modern, divestasi mengalami pergeseran arti selain mengurangi kerugian, dimaksudkan juga untuk mendapatkan keuntungan dan sharing risiko. Jadi tindakan divestasi dilakukan perusahaan harus dengan tujuan untuk kebaikan dan keuntungan perusahaan. Namun dalam pelaksanaan divestasi yang sudah pernah dilakukan, apakah benar perusahaan menjadi lebih baik dan mendapatkan keuntungan…?🤔

Secara historikal kita pernah mendengar divestasi yang dilakukan pada 2012 terkait Blok BMG (Basker Manta Gummy) yang diakuisisi pada 2009 (10% PI dari Anzon Australia Pty Ltd – anak usaha Roc Oil Company Ltd “ROC”) yang menyisakan kenangan pahit bagi Pertamina. Persoalannya tidak hanya timbul kerugian bagi Perusahaan tapi juga menimbulkan cerita hukum yang cukup panjang.

Cerita ini cukup kontroversial saat itu, karena baru saja Blok tersebut diakuisisi dalam bentuk hak partisipasi (participating interest), tidak lama kemudian sudah diperintahkan untuk di-divestasi. Ini jelas menimbulkan tanda tanya besar. Ada apa…?

Tidak berhenti disitu saja. Pasca dari divestasi, secara fenomenal muncul berita terbaru bahwa Cooper Energy Ltd, perusahaan migas Australia yang kini menguasai 100% Blok BMG, menyatakan akan segera melanjutkan pengembangan lapangan di Blok BMG. Cooper mengklaim bahwa Blok dengan cadangan gas sebesar 1 TCF itu diperkirakan bisa ditingkatkan drastis menjadi 6 TCF dengan cara pengeboran eksplorasi lanjutan. Ini suatu loncatan kenaikan cadangan gas yang fenomenal. Bandingkan dengan sisa cadangan migas di Blok Mahakam sebesar 4 TCF sebagai “warisan” bagi Pertamina dari terminasi kontrak Total Indonesie di Kalimantan Timur. Tapi ini tentunya butuh pembuktian lebih lanjut yang dijanjikan gas nya mengalir pada 2022.

Sebelum Blok BMG, kasus divestasi yang juga heboh dan masuk ke ranah hukum adalah penjualan 2 (dua) unit tanker VLCC (Very Large Crude Carrier) yang sedang dalam perakitan di Korsel saat itu (2003/2004). Alasan divestasi saat itu adalah cash flow Pertamina yang dalam keadaan berdarah-darah dan supaya tidak mengganggu keuangan Perseroan.

Padahal kajian keekonomian proyek VLCC dari Japan Marine menyatakan bahwa keberadaan tanker tersebut sangat menguntungkan Pertamina di masa mendatang, dimana setidaknya dapat diraih keuntungan US$ 19,515 per-hari disamping tingginya harga pasar VLCC dibandingkan saat pemesanan.

Masih segar juga dalam ingatan adanya rencana Share-down (divestasi) sebagian Participating Interest (PI) dari Wilayah Kerja dan saham Hulu pada tahun 2018 yang sempat membuat heboh negeri ini dan memaksa para pekerja Pertamina turun ke jalan mempertanyakan tujuan dari divestasi tersebut. Bahkan menjadikan bahasan serius anggota Dewan dan para Pakar serta Pengamat Energi dalam media TV selama beberapa waktu. Yang akhirnya rencana tersebut batal atau ditunda menunggu situasi yang lebih memungkinkan. Jadi masih perlu kita tunggu kelanjutannya hehehe… 😅

Saat divestasi diputuskan, Perusahaan tentunya punya alasan kuat mengapa itu dilakukan dan bagaimana dampaknya ke depan, khususnya terhadap kinerja Perusahaan. Bisa jadi cukup banyak alasan yang bisa dikemukakan kenapa hal tersebut dilakukan. Misalnya ingin segera mendapatkan dana segar dari hasil divestasi yang diperuntukkan untuk kebutuhan lain yang lebih urgent. Atau sebagai rebalancing pada neraca keuangan dengan harapan juga terjadi pengalihan hutang kepada pihak lain. Atau nilai assetnya diyakini lebih tinggi sebelum dilakukan divestasi “secara signifikan melebihi nilai pasar” sehingga ada keuntungan yang diperoleh disini. Atau asset/unit bisnis tersebut sudah tidak menguntungkan lagi dan bukan lagi menjadi core business-nya. Atau untuk mencegah kebangkrutan dalam rangka menghindari pengeluaran yang tidak perlu. Dan lain sebagainya…

Namun yang perlu juga diperhatikan saat divestasi tersebut dilakukan, khususnya dalam jangka panjang. Perusahaan akan kehilangan potensi pendapatan dimasa datang. Ada opportunity loss disitu. Terlebih jika asset yang dilepas tersebut kategorinya produktif dan menguntungkan. Jadi tentunya harus diperhitungkan kontribusi pendapatan dari asset yang akan dilepas.

Selain semua persyaratan diatas, sebagai kelengkapan yang sangat penting dan wajib dimiliki untuk mendukung tercapainya tujuan divestasi perusahaan adalah integritas para pelaku bisnis yang terkait proses divestasi. Hal ini yang sering dilupakan dalam mencari penyebab potensi kerugian akibat divestasi. Kenapa divestasi yang dilakukan malah menyebabkan kerugian bagi perusahaan.

Secara bisnis, divestasi merupakan salah satu aktivitas biasa yang dilakukan oleh Perusahaan. Ketika Perusahaan menambah aset melalui investasi, maka divestasi alias menjual aset juga perlu masuk dalam pertimbangan bisnis. Harus dilihat berdasarkan portfolio asset seperti apa yang bisa dilepas apakah akan didapatkan fresh money, apakah tujuan divest untuk sharing teknologi ataukah ada pertimbangan teknis ekonomis lainnya. Lalu juga perlu mempertimbangkan harga crude dunia pada saat pelaksanaan divestasi, apakah saat ini waktu yang tepat untuk melakukan divest? Sebagai pertimbangan, dapat dibandingkan dengan harga crude saat akuisisi. Itu yang perlu menjadi pencermatan.

Setelah pilihannya melakukan divestasi, maka pelaku bisnis harus menyusun perhitungan keekonomian (termasuk valuasi dan aspek risiko) secara hati-hati, terukur dan menguntungkan perusahaan (jangan sampai ada potensi hanya menguntungkan pihak pembeli).

Misalnya pada saat perusahaan mendapatkan hak pengelolaan atas Blok-Blok (WK) baru atau WK (Wilayah Kerja) eks terminasi dalam negeri yang ditender oleh Pemerintah, Perusahaan membayar sejumlah uang sebagai Signature Bonus (SB) kepada Pemerintah pada saat awal diberikan hak pengelolaan WK. Nilai SB tersebut biasanya sangat besar (katakanlah misalnya US$ 800 Juta) dan harus dibayar didepan. Apabila kemudian dalam perjalanannya, perusahaan berniat akan melakukan divestasi sebagian, maka perhitungan keekonomian (termasuk valuasinya) harus menguntungkan perusahaan termasuk namun tidak terbatas pada nilai SB yang sudah dikeluarkan perusahaan sebelumnya.

Jadi apabila perusahaan akan melakukan divestasi sebagian untuk Blok dalam negeri atau luar negeri hasil akuisisi, maka perhitungan keekonomian (termasuk valuasinya) yang disusun harus mempertimbangkan keekonomian pada saat melakukan akuisisi. Apabila harga crude relatif sama (tidak berbeda), maka jangan sampai nilai NPV saat akuisisi jauh lebih besar daripada nilai NPV yang dihitung pada saat divestasi. Hal ini berpotensi merugikan perusahaan. Harus ditambahkan dengan semua aspek risiko lainnya.

Sekarang pilihannya ada di Manajemen “mau untung atau sengaja membuntungkan Perusahaan”. Semuanya terserah kepada para pelaku bisnis/divestasi tsb.

Inilah sekedar gambaran pemikiran lepas dengan harapan bisa sebagai bagian lesson learned, sehingga kejadian seperti cerita BMG dan VLCC dan/atau sejenisnya tidak berulang. Ceritanya tentu tidak hanya sebatas terjadinya kerugian, tapi urusannya itu yang membuat ribet dan pastinya akan membuat pusing bahkan sport jantung mereka yang terkait. Apalagi jika ada CoI (Conflict of Interest) didalamnya.

Kita berharap, tentunya setiap tindakan yang dilakukan sudah diperhitungkan secara komprehensif. Ada kalkulasi cost & benefit-nya sehingga bisnis Perusahaan terus terjaga dan tetap survive & growth. Tidak sekedar terjebak dengan solusi jangka pendek yang sifatnya etalase, tapi menimbulkan kerugian dan masalah besar dikemudian hari. Yang menjadi penyumbang hancurnya Perusahaan.

Semoga Perusahaan ini terus berkibar menembus belantara dunia dengan kendali Sang Nahkoda yang piawai dan berintegritas, serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi negeri ini. Sesuai harapan rakyat banyak… (fbs – 15 Nopember 2020).

—o0$0o—

#Leader yang piawai & berintegritas tidak hanya sekedar membawa Perusahaan memasuki jalan kesuksesan tapi juga sukses membawa perubahan bagi Negeri nya – fbs

You may also like

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: