IJP Ohh…

by firdausbambang
career path pertamina

“Mana kaderisasi dan pembinaan selama ini…???”

“Bisa jadi ini untuk *  mereka yang tidak disukai tapi seolah dibuat fair prosesnya…”

“Mungkin yg dibutuhkan di jabatan itu hanya bisa English, sisanya cukup…”

“Ini full Fast Track yg dibungkus IJP…”

“Kalo ini digunakan sebagai titipan oleh pejabat, bablasssss…”

“New IJP, ini dari Kopral langsung jadi JENDERAL, gampang disuruh dan dikibuli…”

“Saya khawatir, bisa-bisa nantinya karyawan BUMN lain ikutan IJP di Pertamina for all position…”

“Ini ruang menganga yang sengaja diciptakan buat masuknya orang dari luar…”

“IJP ini cuma latah latahan niru lelang Jabatan * dan * …”

“Program pembinaan karir atau successor itu dimulai dari succession planning baru kemudian job posting jika diyakinkan tdk ada calon successor. Jadi bukan dikit-dikit IJP…”

Itu beberapa selentingan komentar yang muncul terkait Internal Job Posting (IJP). Ada apa sebenarnya…? Bisa jadi, IJP ini baik tujuannya. Misalnya memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang. Tapi apa iya dengan cara seperti ini “digebyah uyah untuk semua jabatan dan PRL”…? IJP itu boleh kalau untuk jabatan yang umum-umum. Kalau jabatannya technical ‘spesifik’ sebaiknya gunakan successor planning dan career path yang telah disusun oleh HC sehingga Pekerja yang akan duduk disuatu posisi harus sudah melewati eksposure-eksposure tertentu dengan kompetensi yang sudah mumpuni tentunya.

Pertanyaannya, apakah ada kajian yang dilakukan secara komprehensif sebelumnya, sehingga model pembinaan dan khususnya promosi mengerucut dan sampai pada kesimpulan IJP seperti ini. Karena sebetulnya Perusahaan sudah punya pola yang baik dalam menentukan career path atau career plan Pekerja yang diikuti dengan pembinaan “pendewasaan/pematangan” saat ia menjadi seorang leader. Sudah ada successor list “long & short”. Sudah ada career aspiration. Sudah ada talent management system atau talent pool. Bahkan ada sebutan rising star. Peningkatan kompetensi Pekerja juga tidak kurang-kurang “terus dilakukan”. Nyatanya sekarang apa yang sudah dibangun menjadi tidak berguna. Career development menjadi terabaikan.

Kalau IJP masih diperlakukan seperti ini, ternyata prosesnya juga memakan waktu. Padahal kecepatan pengisian jabatan sangat diperlukan di setiap organisasi untuk kelancaran jalannya proses bisnis di organisasi tersebut.

Dengan model career development seperti ini, bisa jadi banyak orang akan berpikir bagaimana agar bisa menjadi cepat karirnya tanpa memikirkan kematangan. Bahayanya lagi tidak loyal dengan disiplin karir yang dituju saat masuk kerja serta Fungsi yang sudah membesarkannya. Yang ada di kepala, bagaimana jabatan cepat melejit “gaji cepat meningkat” dan merasa punya hak untuk loncat kemanapun tanpa harus mendapat restu dari atasan.

Pembinaan dan pengembangan karir dengan “IT system” juga sudah built in. Rasanya HC dan Fungsi terkait sudah merancang itu semua. Jika masih ada yang kurang, itu mungkin yang perlu di-improve. Jika ada oknum atau Manajemen yang bermain atau tidak kualified dalam melakukan pembinaan secara professional dan fair dalam penempatan Pekerja, ini yang harus disingkirkan “dipecat jika perlu”. Jadi jangan sistemnya yang diberangus.

Mencermati persyaratan IJP yang sangat ketat dan terukur, secara teori system ini cukup bagus dengan catatan pelaksanaannya dilakukan secara berintegritas “amanah” dan fair. Namun dengan banyaknya selentingan yang muncul mengisyaratkan adanya masalah yang bisa jadi pelaksanaannya tidak sesuai harapan. Seperti munculnya pertanyaan “bagaimana seorang calon dari direktorat lain yang tidak pernah punya pengalaman dan tidak mempunyai kompetensi difungsi yang dituju, bisa dinilai memenuhi syarat dan diluluskan serta ditetapkan sebagai pemenang?”, “bagaimana calon yang punya integrity dan kompeten serta punya pengalaman sesuai jabatan yang dituju malah digugurkan?” dlsb.

SP/FSPPB pun berpendapat bahwa pelaksanaan IJP masih terdapat inkonsistensi dengan filosofi awal IJP tersebut dilakukan. Sebagai masukan telah disampaikan melalui rapat koordinasi dengan Perusahaan serta mendesak agar new IJP kembali pada PKB serta dasar hukum pelaksanaan teknis yang berupa SK Dirut segera di freeze dulu sampai dirumuskan kembali apa-apa yang semestinya diterapkan dalam pelaksanaan IJP. Mengingat ada pasal PKB yang dilanggar dalam penerapannya yang seharusnya menjadi dasar hukum yang harus ditaati para pihak. Ini juga berpotensi legitimasi pemegang jabatan hasil dari penerapan IJP rawan gugat. Dan bila terjadi sesuatu masalah hukum akan cukup berat menghadapinya.

IJP menurut Federasi “sebagai representasi Pekerja” hanya salah satu cara untuk mendapatkan suksesor pejabat. Dan itu semestinya diperlakukan sebagai opsi terakhir, karena Pertamina memiliki sistem pembinaan pekerja yang sangat baik.

Mencermati kondisi yang ada, kita melihat ada beberapa potensi kelemahan dari implementasi IJP ini, a.l :

1. Meningkatkan persaingan

Persaingan pada dasarnya lumrah. Yang dikhawatirkan terjadinya persaingan tidak sehat yang dapat memperburuk keadaan. Adanya perbedaan pendapat atau pemikiran diantara Pekerja/Manajemen, baik vertical maupun horizontal yang memicu kontradiksi dari apa yang diharapkan dari proses ini. Bisa jadi dipermukaan situasinya aman-aman saja, namun sebetulnya tidak seperti apa yang terlihat.

2. Perusahaan tidak mendapatkan Pekerja yang tepat dan sesuai

Bagaimana seorang kandidat dari Direktorat lain yang tidak pernah punya pengalaman dan tidak punya kompetensi di jabatan yang dituju, bisa dinilai memenuhi syarat dan diluluskan? Sangat diharapkan hal ini tidak terjadi. Kalaupun terjadi berarti Ybs sangat luar biasa atau ada penilaian yang tidak fair, tidak transparan, subyektif dan/atau ada unsur like-dislike, titipan dlsb. Yang jelas organisasi/Perusahaan harus menanggung resiko berkepanjangan dan berat jika hal ini terjadi.

3. Pembinaan terganggu

Pembinaan dengan system yang sudah dibangun menjadi terganggu karena apa yang sudah dirancang untuk pengembangan karir Pekerja seolah terabaikan begitu saja. Padahal system pembinaan yang ada sudah bagus. Jika ada atasan yang gagal melakukan pembinaan sehingga tidak ada successor yang dianggap kapabel berarti ada yang salah dari penunjukkan pejabat tersebut. Kesalahan secara system harus dikembalikan ke Manajemen. Namun kesalahan Manajemen jangan pula dijadikan dalih untuk ujug-ujug memasukan orang luar yang tidak jelas akar perjuangannya di Perusahaan.

4. Jabatan yang di IJP kan tidak selektif

Ternyata bukan hanya jabatan yang tidak selektif tapi juga PRL yang di IJP kan tidak jelas batasnya. Tidak ada kriteria yang jelas. Untuk jabatan yang sifatnya support/umum mungkin bisa, tapi tetap harus ada kriteria yang jelas. Untuk jabatan technical yang butuh keahlian, kematangan dan pengalaman khusus serta jabatan profesi seperti di Refinery, Proyek, Upstream, research, spesialis, dlsb sebaiknya tidak di IJP kan karena ini akan sangat beresiko bagi jalannya bisnis Perusahaan.

5. Tidak memiliki tantangan

Bisa jadi hasil dari IJP ini juga tidak ada tantangan yang serius. Saat gagal konsekuensinya mungkin sekedar dicopot. Padahal seharusnya dikembalikan ke PRL awal sebagai jobless (NE) dan karir Ybs tamat selamanya (lihat tulisan Super Fast Track). Dicopot dari jabatan sering menjadi hal lumrah karena Golongan/PRL tidak turun dan sudah terlanjur tinggi. Toh dengan berjalannya waktu, orang-orang akan lupa dan nanti bisa naik lagi menduduki jabatan kunci. Jangankan karena gagal IJP, Pekerja dengan track record bermasalah saja bisa menduduki jabatan kunci setelah sekian lama hehehe… 😅

6. Nyaman dan mematikan tantangan bagi sebagian Pekerja

Hal ini sangat mungkin terjadi. Sebagian Pekerja yang sudah merasa nyaman pada Fungsi/Departemen tertentu dan/atau pada lokasi/Unit tertentu tidak begitu tertarik dengan IJP ini. Bagi mereka biarlah tetap stay disitu dengan alasan kenyamanan dan alasan khusus lainnya. Ada alasan penguat untuk ogah bergerak.

7. Kematangan emosi dan Manajerial belum cukup serta tidak kompeten

Kondisi ini sangat mungkin terjadi. Khususnya untuk jabatan tertentu dengan kualifikasi technical yang membutuhkan eksposure tertentu dengan kompetensi yang sudah mumpuni tentunya. Dia harus memiliki pengalaman cukup dan dengan pemahaman khusus. Jika tidak, kasihan organisasi yang dipimpinnya “dan kasihan Perusahaan”. Yang dikhawatirkan Ybs akan gagap dalam memimpin khususnya dalam menghadapi situasi saat penuh dengan tekanan.

Yang perlu diketahui dan dipahami bersama, capability organisasi tidak bisa dibangun secara instant.

8. Proses butuh waktu (lama)

Waktu yang dibutuhkan IJP tidak secepat yang dibayangkan. Prosesnya butuh waktu lama sehingga cukup mengganggu harapan Manajemen yang membutuhkan pengisian jabatan kunci secara cepat.

9. Loyalitas melemah

Bisa jadi loyalitas pekerja terganggu. Mereka berlomba untuk adu cepat menduduki jabatan tinggi. Semata ingin mengincar jabatan. Bahkan tidak perlu restu dari atasannya langsung. Bisa loncat kemanapun dia suka.

10. Potensi Bom Waktu

IJP menjadi target Manajemen untuk menjaring Pekerja muda menduduki jabatan kunci. Yang perlu menjadi perhatian dan pertimbangan disamping trust adalah terkait pengalaman, kematangan dan aspek manajerial, juga masalah usia yang terlalu muda. Ini bisa jadi bom waktu karena di Pertamina lebih dari 99% PHK di usia pensiun. Pergerakan promosi Pekerja ke atas berpotensi stuck dan karir Pekerja lainnya berhenti diposisi AsMan. Jika hal ini terjadi dapat menimbulkan masalah serius dikemudian hari. Belum lagi “gap” munculnya istilah milenial-non milenial.

Disamping itu di PKB menyiratkan bahwa pekerja yg menduduki jabatan tertentu tidak boleh terlalu lama krn berpotensi terjadinya CoI/vested interest/KKN.

Kita berharap Manajemen bisa bijak mensikapi gambaran kondisi yang ada. Setidaknya ada evaluasi keberhasilan dan performa terhadap produk IJP yang sudah dihasilkan. Kaji ulang lebih lanjut jika IJP ini tetap dipaksakan untuk diterapkan. Selektif jabatan (& PRL) yang bisa di IJP kan dan tetapkan kriterianya secara clear. Be professional, obyektif serta hindari like & dislike. Munculkan empati terhadap keberlangsungan organisasi dan taati apa yang sudah menjadi kesepakatan. Jangan ragu untuk meninjau ulang keterlanjuran “IJP” yang sudah sempat dijalankan bahkan membatalkannya demi kemaslahatan organisasi/Perusahaan.

Namun apapun itu, kewenangan penuh “kekuasaan” ada pada Manajemen (Top Level). Kita tidak bisa paksakan itu. Semoga terbukalah rasa hati… (fbs – 20 Mei 2021).

—o0$0o—

#Bawahan memerlukan kecerdasan, kebersihan nurani dan tidak pilih kasih dari seorang pemimpin, karena setelah itu dia akan berikan segalanya kepada anda – fbs

You may also like

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: