“Masa’ gitu aja pake Konsultan. Dikit-dikit Konsultan. Kita harusnya mampu lho. Sudahlah mereka bayarnya mahal, ide/hasilnya semua juga dari kepala kita-kita. Mereka cuma tanya sana sini, ngumpulin dan ngemasin doank. Ini kan karena seringnya Manajemen ndak pede dengan hasil kita, padahal itu juga dari kita”. Disisi lain ada juga omongan, “Lumayan… Konsultannya professional, banyak hal yang kita tidak paham, bisa didapat dari mereka. Kerjanya bagus dan tenaga ahlinya cukup kualified. Mereka bisa fokus dibanding kita yang ngerjakan”. Itu sekumpulan celetukan yang sering muncul terkait penggunaan Konsultan di tengah kita.
Dengan menggunakan Konsultan kerjaan memang jadi mudah. Malahan ini dijadikan sebagai proyek. Banyak yang seneng, karena cukup jadi bohir tapi kerjaan beres. Kerja jadi ringan dan seolah tanggung jawab sudah dilepas semua ke Konsultan. Jika gagal Konsultan yang gagal, dan jika salah tinggal tuding Konsultan. Ada tempat untuk dijadikan kambing hitam. Sebagian malah berpikiran, apapun hasilnya itu tanggung jawabnya Manajemen dan Konsultan. Jadi benar juga dengan selorohan yang meng-istilahkan Konsultan sebagai “Kongkonane Wong-Wong Kesulitan” (suruhannya orang-orang kesulitan) hehehe…
Masih teringat sentilan Komut yang beredar luas waktu itu, dimana Perusahaan membayar Konsultan sebesar Rp 1,5 Trilyun dalam 1 tahun. “Jadi … bla bla bla … bisa ngomong. Karena konsultan yang bikinin semua”, kata beliau.
Jauh sebelumnya eks Dirut kita Bpk EMM pada 2017/2018 selalu mengkritisi “marah” dengan hal ini karena ketergantungan yang sangat tinggi dengan Konsultan dan dengan biaya yang tinggi. Sempat pada saat itu dilakukan pemangkasan terhadap biaya Konsultan secara tegas.
Bahkan pada 2016, Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) secara keras menolak kebijakan Perusahaan untuk menggunakan konsultan asing dalam berbagai proyek yang sedang dijalankan. Saat itu terucap dari Presiden FSPPB, “Apabila kebijakan untuk menggunakan konsultan asing tidak dihentikan, maka hal ini merupakan cermin dari kegagalan Pertamina untuk membentuk sumber daya manusia yang unggul dalam lingkungan perseroan”. Jadi… sudah lama sebetulnya masalah ini disorot.
Secara jujur, kita bisa rasakan di tempat masing-masing. Seperti apa Direktorat/Fungsi/Anak Perusahaan di tempat kita bekerja? Apakah semua pelaksanaan pekerjaan dan tupoksi sehari-hari benar-benar dilakukan sendiri tanpa bantuan Konsultan? Konsultan seperti apa yang digunakan, bagaimana kualifikasinya dan apa jenis pekerjaaannya?
Untuk melihat berapa banyaknya jumlah Konsultan dan biayanya serta Fungsi/Departemen yang juara dalam menggunakan mereka mungkin dapat dilihat pada list pekerjaan jasa konsultasi yang diadakan di Fungsi Procurement.
Kita tidak anti terhadap Konsultan, namun kita harus cermat dan selektif memilih jenis pekerjaan apa yang layak menggunakan Konsultan. Misalnya saja pekerjaan yang membutuhkan jasa keahlian khusus dan perlu percepatan. Pekerjaan yang memang spesifik dan belum dimiliki kompetensinya oleh pekerja di Fungsi/Direktoratnya. Ada transfer of knowledge dari Konsultan ke kita. Jangan sampai pekerjaan yang sepele, remeh temeh dan tidak ada ilmiahnya, tetapi tetap menggunakan konsultan. Bahkan konyolnya menggunakan Konsultan yang top dan super duper mahal tarifnya.
Jangan sampai pekerjaan menyusun organisasi skala fungsi dan kelengkapannya menggunakan Konsultan dengan waktu yang sampai tahunan. Menyusun tupoksi Fungsi menggunakan Konsultan, dlsb. Tanpa mengecilkan kemampuan Konsultan, justru kita “Pekerja” lah yang sebetulnya paling tahu apa kebutuhan, kekurangan dan kelebihan kita. Haqul yakin Pekerja punya kemampuan untuk itu. Tinggal bagaimana Manajemen me- manage, men- challenge dan trust dengan semua sumber daya yang dimiliki. Perusahaan punya Pekerja dengan background S1, S2 atau S3, serta memiliki keahlian dan kompetensi yang sangat bagus dengan dilengkapi pengalaman belasan bahkan puluhan tahun. Apabila disandingkan, belum tentu mereka kalah dengan tenaga Konsultan. Bahkan katanya cukup banyak rekrutan dari luar yang dianggap ahli sehingga langsung dapat tempat “job” istimewa di Perusahaan tanpa berjuang dari bawah. Justru dalam situasi ini, pengabdian dan pembuktian sangat diperlukan dari Pekerja/Manajemen untuk mengerjakan tugas Perusahaan seperti ini.
Beberapa fenomena dalam penggunaan Konsultan yang mungkin terjadi a.l :
a) Pekerjaan sudah diselesaikan oleh Pekerja, namun karena Ybs kurang yakin dan merasa hasilnya tidak dihargai oleh atasan, maka Ybs merelakan hasil pekerjaannya diberikan kepada konsultan untuk diolah menjadi milik Konsultan.
b) Ada Konsultan yang laris manis sehingga cukup banyak dapat pekerjaan di beberapa Fungsi dengan personal/tenaga ahli yang sama. Namun anehnya pekerjaan dilakukan dengan durasi/waktu yang bersamaan. Jadi 1 orang bisa membelah diri menjadi 2, 3 dst seperti amuba dengan bayaran yang tidak proporsional (tidak dibagi 2 atau 3 tarifnya sesuai jumlah pekerjaan). Ini merugikan dan berisiko menjadi masalah/temuan.
c) Personal yang dipekerjakan tidak sama dengan yang terdaftar saat penawaran. Padahal untuk pekerjaan Konsultan, kualitas pekerjaannya sangat tergantung dengan kualifikasi tenaga ahli. Bahkan sering kali yang dipekerjakan tenaga mahasiswa dan/atau tidak jelas kualifikasinya.
d) Konsultan disodori langsung oleh Manajemen atas sehingga terjadi ewuh pakewuh dan sulit untuk menolaknya. Bisa jadi ini titipan seseorang 😅.
e) Konsultan diuntungkan dapat kesempatan bisa menimba ilmu dan malah belajar banyak dari kita karena tenaga ahli mereka tidak kualified. Malahan juga dapat point “referensi” karena pernah mengerjakan proyek di Perusahaan besar.
f) Isi perut “rahasia” Perusahaan bisa diketahui oleh Kompetitor, karena bisa jadi Konsultan bekerja di proyek milik competitor atau keluar dari tempat Konsultan lama dan semua data dibawa kabur, kemudian Ybs dibajak oleh competitor. Walaupun ada non-disclosure agreement (NDA), tapi siapa yang tahu atau njamin hal ini tidak terjadi.
g) QC & QA lemah, output yg dihasilkan konsultan tidak berkualitas bahkan tidak sesuai “salah”, namun pekerjaan tetap diterima. Sehingga waktu dieksekusi tidak memberikan hasil sesuai yang diharapkan. Perusahaan jadi rugi 2 (dua) kali. Konyolnya tidak ada pertanggung jawaban kepada Penanggung Jawab dan/atau yang meng-create dan mengawasi pekerjaan Konsultan ini.
Kita berharap dengan fenomena yang berpotensi merugikan Perusahaan ini, setiap pelaksana dan pengambil kebijakan di Perusahaan harus bisa memilah mana-mana pekerjaan yang layak dikerjasamakan dengan Konsultan dengan pengawasan yang cermat dan pertanggung jawaban yang jelas. Tidak semua di-gebyah uyah, apalagi ada kandungan vested interest di dalamnya hehehe…😅🤪 Karena jika ini masih terjadi kasihan Perusahaan. Sumber daya juga semakin lama jadi lemot karena sudah keenakan, semua tinggal panggil Konsultan. Semoga tidak lagi… (fbs – 6 Maret 2021).
—o0$0o—
#Followers berkarakter yang tidak “mbebek, sycophant & oportunis” diwariskan dari seorang leader sejati yang kapabel, visioner dan memiliki integritas kuat – fbs