Menggadaikan Peran Pengawasan

by firdausbambang

Disebuah negeri antah berantah, terkisahlah sebuah Kampeni besar. Semua orang kagum akan prestasi, sertifikasi dan penghargaan yang diperoleh Kampeni tersebut. Tidak pernah terlintas dalam benak siapapun, dalam satu masa Kampeni ini akan bangkrut. Karena Raja di negeri itu sangat menjaga Kampeni ini dari serangan manapun – terutama melindungi para juragannya, walaupun secara bisnis tidak total dibela. Keuntungannya cukup luar biasa untuk ukuran negeri itu. Diseantero jagad, Kampeni ini juga punya nilai jual yang cukup lumayan. Sebut saja nama Kampeni tersebut, siapapun langsung percaya untuk bermitra. Pokoknya top markotop lah ujar rakyat di negeri itu.

Namun… perlahan dan tanpa diduga, Kampeni tersebut mulai menghadapi kesulitan. Aksi panik mulai terjadi. Keputusan tanpa akal sehat mulai dilakukan para juragannya. Kewajiban (obligasi jatuh tempo) banyak yang harus diselesaikan, piutang banyak yang terabaikan, sementara bisnis yang dilakukan tidak efisien dan Kampeni kesulitan finansial. Kebocoran terjadi disemua lini. Usaha/investasi yang dijalankan tidak memberikan margin/return sesuai harapan.

Juragan dan Pemerintahnya mulai membuat keputusan menggunakan jurus dewa mabuk melalui aksi yang tidak pernah terpikirkan oleh buruh (baca : Pekerja) di Kampeni itu. Para buruh juga tidak peduli karena mereka sudah terlalu uenak selama ini. Mereka tidak peka dengan apa yang terjadi. Sibuk sendiri dan asyik dengan rutinitas yang tidak jelas.

Jalan pintas untuk penyelamatan dilakukan dengan melepas aset berharga. Unit usaha yang paling laku mulai dilego murah untuk menutup kewajiban. Satu per-satu asset dilepas di pasar loak dengan harga yang sangat tidak wajar. Dalam kondisi inipun, masih juga ada para juragan yang memanfaatkan situasi dengan mengambil keuntungan pribadi dari aksi jual murah ini. Semua menjadi tidak peduli dan cari selamat masing-masing.

Singkat cerita, akhirnya… tamatlah riwayat Kampeni ini. Nama besarnya hanya jadi dongeng dan dagelan anak cucu belaka. Para buruhnya tidak jelas nasibnya. Sementara para juragannya sudah terlanjur kaya.

perusahaan besarIni sangat memprihatinkan. Namun dari kisah ini, ternyata masih menyisakan pelajaran menarik yang bisa diambil hikmahnya. Penyebab utama dari semua ini adalah lemahnya pengawasan. Departemen Pengawasan tidak berjalan fungsinya alias tergadaikan. Pegadaian dilakukan dengan cara “menyelesaikan masalah dengan menimbun masalah”. Beberapa catatan penting dari kehancuran Kampeni ini dengan mengadaikan pengawasan diantaranya adalah :

 1. Banyak masalah yang disembunyikan dari hasil pengawasan

Departemen ini tidak bertindak sebagaimana mestinya. Mereka tumpul dan tidak berdaya, bahkan tidak berintegritas. Kondisi ini juga dipicu karena kehendak dari para juragannya yang tidak ingin Kampeni punya masalah dan diketahui oleh siapapun. Setiap masalah yang mereka temukan disembunyikan (diamankan) dengan berbagai dalih dan tipu muslihat. Termasuk aib oknum pengawas yang sudah nyatapun ditutupi. Tidak ada tindakan, tapi malah dipromosi. Ini fenomena bara api yang tidak disadari oleh Juragan dan Buruhnya.

Mereka yang punya integritas diancam, disingkirkan dan/atau dicopot. Kerja baguspun jangan berharap dapat promosi. Semua harus patuh titah juragan. Demotivasi dan apatis terjadi pada Departemen pengawasan ini, bahkan juga berimbas pada Departemen lainnya yang menginginkan Kampeni ini tetap survive & growth. Mereka betul-betul takut dan tidak berdaya. Wibawa Departemen ini jatuh ketitik nadir.

2. Pencoleng ada dimana-mana dan mereka dilindungi

Hampir disemua sektor tumbuh pencoleng. Mereka tidak peduli dengan nasib Perusahaan. Mereka tumbuh subur disemua level karena dilindungi oleh para Juragannya. Khususnya jika pelakunya berada di level atas. Tertangkap pun tidak dikenakan sanksi tegas. Bahasa yang selalu digunakan oleh para Juragan, “kita bina dulu” atau “toh uang yang mereka curi sudah dikembalikan, nanti kalau berbuat lagi baru dikenakan sanksi tegas”. Kondisi ini dibaca oleh semua orang, sehingga pencolengan marak dimana-mana menggerogoti asset, pendapatan dan laba Kampeni.

Sayangnya mereka yang mengawasi kinerja para Juragan ini (maksudnya : pihak Pengawas Perusahaan atau disebut Komite Audit pada jaman ini) juga tidak peduli, atau lebih pas dikatakan “tidak berdaya”.

3.  Nepotisme menjadi-jadi dan Rekanan lebih dipercaya

Fenomena aji mumpung juga berlaku di Departemen Pengawasan. Banyak orang karena kedekatan, hubungan saudara, utang budi atau karena punya pengaruh di negeri ini dimasukan lewat jalur khusus. Situasi ini tidak saja di induk, tapi juga terjadi pada anak usaha. Yang jadi persoalan, mereka yang masuk tidak kompeten, integritas diragukan dan/atau memliki sisi gelap. Namun dengan perlakuan khusus mereka bisa eksis bahkan sukses menduduki posisi kunci di Departemen ini. Fenomena pembersihan menggunakan sapu kotor terjadi disini.

Runyamnya lagi Rekanan lebih dipercaya dibandingkan buruh, sampai-sampai penilaian dan mutasi buruh dipengaruhi oleh kepentingan Rekanan. Sementara buruh hanya jadi alat “bonekanya” Juragan, dibenturkan satu dengan lainnya atas nama kepentingan. Buruh TIDAK MERDEKA lagi.

Mereka yang kompeten dan berintegritas disingkirkan. Ini menjadi faktor utama sehingga buruh di Departemen pengawasan ini menjadi apatis, demotivasi & tidak peduli. Yang tumbuh subur justru para sycophant.

4. Risiko besar “big fish” tidak ter-detect, dibiarkan dan tidak dikawal

Departemen ini tidak smart/jeli melakukan pengawasan. Banyak resiko besar dengan pengendalian internal lemah, tapi dibiarkan. Sebagai contoh, pengelolaan yang baik terhadap pinjaman “hutang” tidak pernah dievaluasi dan diawasi. Para juragan menyembunyikan ketidaksesuaian atau kegagalan penggunaan dana hutang. Yang mereka ungkap hanya kebanggaan atas keberhasilan karena dipercaya mendapatkan hutangan. Mereka marah jika ada yang ingin mengutak atik pengelolaan pinjaman tersebut.

Ini terbukti rawan. Penggunaan yang tidak jelas atau fail, dapat mengancam nasib Kampeni dimasa depan. Dampaknya memang tidak dirasakan oleh generasi saat itu, tapi mereka yang masih mengabdi pada 5 s.d 15 tahun ke depan akan menerima beban berat ini. Kegagalan tersebut ternyata juga menghancurkan sendi perekonomian negeri.

Belum lagi untuk masalah lainnya seperti penjualan – pembelian – kerjasama pengelolaan asset yang tidak dikaji secara komprehensif. Juga investasi dan akuisisi yang tidak menghasilkan return sesuai harapan. Termasuk kebocoran pendistribusian bahan baku dan produk. Miss manajemen dalam pengangkutan, baik laut maupun darat sehingga banyak terjadi lossess dan in-efisiensi. Pengadaan barang & jasa tidak transparan dan dengan aroma yang kental KKN. Arus transaksi dan uang masuk tidak menjadi perhatian serta masih banyak kelemahan lainnya.

5.  Sense of cost conciousness  dan radar Pegawas lemah

Ini merupakan buah dari seluruh kondisi di atas. Mereka yang di Departemen Pengawasan sudah tidak lagi peka terhadap maraknya in-efisiensi dan lemahnya kesadaran akan biaya. Mereka harusnya menjadi role model, tapi malah kontradiktif. Mereka sudah ternina-bobokan dengan kesenangan, fasilitas dan entertainment. Mereka tetap dengan kemewahan yang ada tanpa menyadari Perusahaan kesulitan finansial. Sensitivitas, intuisi dan insting para Pengawas tidak bekerja lagi. Radar pengawasan lemah sehingga tidak peka dengan apa yang terjadi dan mengancam nasib Perusahaan.

pengawasan

Mereka bekerja hanya sekedar memenuhi kehadiran, setor muka dan berupaya juragan tidak terusik. Kondisi ini bisa jadi diciptakan atau ada pesanan dari pihak-pihak tertentu untuk melemahkan Departemen Pengawasan dan ingin Kampeni ini hancur serta mendapatkan keuntungan dari situasi ini. Wallahualam…

Sangat nyata… dengan lemahnya Departemen Pengawasan dan tidak pedulinya para Juragan terhadap departemen ini, tidak saja bernasib terhadap fungsi pengawasan. Para buruh dibawahpun mulai mengikuti jejak dan sikap Juragannya sembari cari untung “carmuk”. Kondisi ini secara perlahan namun pasti, akan berakibat kepada nasib Kampeni secara menyeluruh. Para Pengawas Kampeni sudah tidak peduli lagi dengan nasib Perusahaan. Ini yang sering kali tidak disadari oleh para Juragan. Atau justru memang ini yang diinginkan…?

Hal lainnya, jangan pernah percayakan urusan penting kepada bukan ahlinya. Tunggulah kehancuran. Now… adakah yang peduli akan hal ini? Dan bagaimana sikap para Juragan yang memimpin Kampeni ini?

You may also like

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: