Membingungkan… Perbedaannya sangat mencolok ”bagaikan langit dan bumi”. Kalau di Bank, karena core business-nya mengelola uang, selisih 1000 rupiah saja, menyebabkan mereka harus pulang terlambat bahkan bisa-bisa semua Pegawai tidak boleh pulang. Pokoknya selisih tersebut harus dicari dan diketemukan.Kondisi ini sangat kontras sekali dengan kita yang core business-nya mengelola Migas (energi). Kita bahkan tidak begitu peduli dengan terjadinya lossess pada saat dilakukan transaksi ”serah – terima” minyak (termasuk gas). ”Lha… kan cukup dengan Letter of Protest, selesai urusan” kata mereka. Bahkan sering kali kita merasa tidak perlu mencarinya, apalagi untuk menemukan sumber masalahnya. Tidak ada yang merasa kehilangan apalagi rugi. Dibalik kenyataan tersebut ada yang justru menjadikan situasi ini sebagai peluang untuk bermain.
”Ini masalah klasik” kata sebagian pihak. ”Dari dulu sudah ada” katanya lagi. ”Wajarlah… namanya bisnis minyak. Hilang minyak, itu hal biasa” kata mereka sambil berseloroh. Saya hanya berpikir, sampai kapan ini akan terus terjadi. Kalau kita mau jujur, sangat luar biasa nilai kehilangan yang terjadi disini. Tapi hebatnya jika hal ini ditanyakan, kita selalu merasa tidak ada yang hilang.
Tidak banyak memang yang bisa diungkap selama ini. Jelas ini adalah fenomena gunung es. Kasus yang muncul kepermukaan hanya sebagian kecil. Bagaikan riak dan terkesan tidak memberikan efek. Tapi apakah kita tahu… berapa sebetulnya yang hilang karena loss murni dan berapa karena kelalaian atau dicuri?
Kalau dikaitkan dengan kasus Tempino, jelas sangat berbeda. Tempino adalah penjarahan terbuka. Bukan lagi sekedar kasus Pertamina, tapi sudah menjadi masalah nasional. Herannya dengan kerugian yang sangat besar per-bulannya dan telah berlangsung cukup lama (sejak tahun 2009/2010 – sumber Gatra), terkesan ada pembiaran dan beking oleh tangan-tangan halus dan kasar.
Lemahnya Pengawalan di Gerbang Keluar Masuknya Uang
Perusahaan ini bukan baru setahun, lima tahun atau sepuluh tahun yang lalu didirikan. Tapi sudah berumur lebih dari 50 tahun. Untuk urusan serah terima minyak (crude, BBM & NBBM/BBK), baik melalui kapal maupun pipa, harusnya sudah menjadi makanan sehari-hari. Ini adalah pintu gerbang tempat keluar masuknya duit. Nilainya tidak main-main. Trilyunan rupiah…
Namun mungkin banyak yang tidak tahu, di pintu gerbang “tempat keluar masuknya uang ini” kita memiliki titik lemah yang mendasar. Yaitu pada orang-orang yang ada di garda depan atau dikenal sebagai Loading Master (LM) dan Discharging Master (DM). Banyak faktor yang menjadi pemicu seperti lemahnya pengawasan, ketidak pedulian dan banyak lainnya.
Kelemahan-kelemahan ini jika ditelusuri lebih jauh lagi sangat diketahui oleh pihak luar atau kapal sehingga memudahkan mereka untuk melakukan tindakan fraud (atau membodohi kita) terhadap muatan yang akan mereka serahkan atau mereka ambil dari kita. Atau justru mungkin orang dalam sendiri yang memanfaatkan kelemahan yang ada. Kekurangan ini cukup disadari oleh Manajemen, namun concerning akan hal ini boleh dibilang lemah. Upaya peningkatan performa LM/DM dan supervisi yang dilakukan pun juga dirasakan kurang.
Khusus untuk fenomena LM & DM ini, penulis akan bahas tersendiri dalam tulisan berikutnya.
Fakta disekitar Pencurian Minyak
Fakta-fakta yang terjadi disekitar pencurian minyak a.l :
- Pencurian minyak jarang berdiri sendiri. Pelakunya tidak tunggal. Dari beberapa kasus yang terungkap “dilakukan secara berjemaah”, dan biasanya melibatkan orang dalam dan pihak luar. Bahkan tidak jarang ada beking dibelakangnya.
- Pencurian minyak merupakan kejahatan profesional. Nilai ekonomi yang dihasilkannya tidak main-main. Pendapatan yang besar menjadi faktor pendorong utama.
Bayangkan saja, total kebutuhan BBM negeri ini tidak kurang dari 1,4 Juta Bbls/hari. Untuk pemenuhan ini kita harus import Minyak Mentah (crude) 350 ribu Bbls/hari dan 400 ribu Bbls/hari untuk BBM.
Lemahnya budaya “clean” menyebabkan banyak yang tergiur untuk melakukannya. Mulai dari level paling bawah s.d level atas – mulai dari cara yang kasar sampai dengan cara yang paling halus – dari Pekerja bersepatu boot sampai dengan Tuan berdasi ikut bermain.
- Awareness Pekerja terhadap bahaya dan potensi pencurian minyak yang sangat terbuka belum terbangun secara militan.
- Sikap sektoral antar unit/Direktorat di Pertamina terhadap lossess dan rendahnya pemahaman terhadap modus pencurian minyak “ikut membantu” para pelaku pencurian minyak. Mereka piawai melihat peluang.
- Pencurian minyak sering kali dilakukan dengan merekayasa laporan arus minyak sehingga menyebabkan laporan stock (inventory) dan keuangan kita juga menjadi tidak akurat. Angka lossess menjadi tempat yang paling aman untuk berlindung.
- Pengawasan lemah dan/atau manajemen tidak begitu peduli, atau belum mengangap ini sesuatu yang prioritas. Sering kali orientasinya “yang penting pabrik jalan, produksi di sumur terus mengalir, penjualan lancar dan distribusi tidak terhambat”.
- Pencurian minyak yang terungkap merupakan fenomena gunung es. Artinya masih sangat banyak pelaku yang belum terungkap dan bebas berkeliaran disekitar kita.
Jadi jelas, pencurian minyak yang terungkap biasanya karena tertangkap tangan. “Karena apes saja pak”, kata mereka. Jarang sekali, bahkan sepertinya belum ada pencurian minyak yang diungkap dari hasil pengawasan operasional atau “audit operasional”.
Hal lainnya lagi adalah belum adanya prosedur/TKO terhadap penanganan pencurian minyak, yang menyebabkan :
a) Ikut mempersulit penanganan kasus pencurian minyak.
b) Pejabat gamang untuk mengambil keputusan terhadap barang bukti minyak yang dicuri.
c) Pejabat bingung mengambil tindakan terhadap kru kapal dan kapal yang melakukan pencurian minyak. “Mau diapakan?”, jawab mereka.
Tidak jarang kru kapal dan kapal beserta barang bukti minyak yang dicuri dipersilahkan untuk tetap berangkat ke tujuan berikutnya, tanpa ada upaya maksimal dalam penanganannya.
d) Pejabat antar unit/Direktorat sering saling lempar tanggung jawab dalam menangani kasus pencurian minyak.
e) Penanganan kasus pencurian minyak tidak standard “berbeda-beda”.
Penutup
Dari fakta yang ada, jelas pencurian minyak merupakan kejahatan luar biasa. Kerugian yang ditimbulkannya tidak main-main. Apa yang yang diambil adalah milik rakyat “milik kita semua”. Oleh karena itu, harusnya penanganannya juga harus dengan cara-cara yang luar biasa pula. Tidak bisa hanya sekedarnya. Seperti orang yang buang “hajat – baru jongkok setelah terasa”.
Diperlukan prosedur yang jelas dalam penanganannya, kepedulian pimpinan dan semua pihak serta pengawasan & kontrol yang ketat di lapangan. Kompetensi dan integritas SDM di lapangan turut berperan sebagai alat kendali utama. Yang tidak kalah pentingnya lagi adalah pengenaan sanksi yang tegas terhadap siapapun pelakunya.
Dengan penanganan serius, kebocoran minyak dapat segera ditambal, devisa yang keluar bisa diselamatkan, keuntungan Perusahaan dapat ditingkatkan dan yang tidak kalah pentingnya kecaman/hujatan masyarakat tentang sosok Perusahaan yang masih banyak bocornya “in-efisiensi” dapat diminimalisir. Semoga… (* penulis saat ini sedang menyelesaikan program Magister Hukum)
Jakarta, 09 September 2013
Firdaus Bambang Saputra | VP Internal Audit
1 comment
Tulisan yang menarik Kak, termasuk tulisan “Oh… Loading Master “. Saya sangat tertarik membaca dan menyimaknya, karena memang sdg berkecimpung menangani masalh ini.
Alhamdulillah, perusahaan sdh berupaya keras dalam pengendalian losses dari “mutiara cair” ini.
Di tempat saya sudah dua tahun ini dibentuk Tim Improvement Loading/discharging Loss yang bertugas melakukan investigasi di lapangan, pengawalan cargo sampai ke tujuan, dan witness di kapal hingga pelabuhan muat/terima.
Upaya-upaya ini terus dilakukan perbaikan dan penyempurnaan dari sisi teknik investigasi, pencarian titik-titik pelaung disembunyikannya miyak di kapal, kemampuan menghitung minyak, mempelajari anatomi kapal, hingga peningkatan kompetensi Loading Master dan PQC serta TIm Loss.
Semua elemen yang terlibat dalam Tim ini alhamdulillah sdh sangat konses untuk membantu perusahaan dalam mengurangi/mencegah terjadinya losses.
Insya Allah segala upaya ini akan membuahkan hasil, dan sdh byk kita tangkap dan temukan penyimpangan minyak di kapal, spt dengan memodifikasi line. Tindakan yg sangat tegas terhadap pelaku mesti didorong oleh kita bersama karena seperti yang kakak sampaikan, bahwa ini adalah kejahatan berjamaah, yang “sulit” dijamah.
Semoga para pihak dapat memperhatikan, dan kerugian akibat losses minyak ini (crude dan BBM/BBK/intermedia) yang mencapai triliunan rupiah dapat diminilisasi bahkan ditiadakan.
Insya Allah.
Wassalam
Amrizal – Dumai