Bahasa kerennya introspeksi, tapi lebih pas kita gunakan istilah awam aja. Tulisan ini juga dibuat hasil dari perenungan. Pemimpin dan pemikirpun juga sering merenung. Kadang orang jongkok dipinggir kali pun atau mereka yang berlama-lama di WC sering melakukan perenungan hehehe… 😄
Sebagai makhluk agamis pastinya kita sangat familiar dengan istilah perenungan ini. Dalam Islam dikenal dengan muhasabah yang merupakan cara refleksi diri untuk mengevaluasi apa yang sudah dilakukan selama ini dalam melihat kebaikan dan keburukan secara menyeluruh. Dalam Kristiani perenungan juga merupakan cara yang sangat bagus untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Juga dalam agama Budha dimana salah satu cara untuk mengatasi sifat lengah ataupun lupa diri itu adalah dengan sering-sering melakukan perenungan, dlsb…
Perenungan biasanya dikaitkan dengan sebuah kejadian atau sesuatu yang tidak diinginkan dan terpikirkan mengapa hal tersebut sampai terjadi. Sebagai bangsa tentunya kita juga merenungi banyak kehebohan yang terjadi akhir-akhir ini. Seperti terjadinya pandemic covid yang cukup panjang dan mengancam seluruh sendi kehidupan; kasus Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk menalangi kerugian dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya sebesar Rp 22 Trilyun; setengah lebih sumber pendanaan APBN berasal dari hutang menurut salah satu anggota DPR RI; utang pemerintah yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir yang akan menjadi beban besar bagi generasi mendatang dimana setiap tahun ke depannya Indonesia bayar utang kira-kira Rp1.000 triliun kata Ekonom Senior Indef “Didik J. Rachbini”; serta yang terbaru dengan lahirnya Omnibus Law atau dikenal dengan UU Cipta kerja dan sebagian menyebutnya dengan UU Cilaka, dimana menurut para tokoh dalam prosesnya banyak ketidaksesuaian serta relevansinya tidak cocok dengan jaman kekinian dan bisa mengancam kehidupan berbangsa. Bahkan lebih keras lagi seorang pakar hukum Tata Negara juga menyatakan “Hanya Iblis yang buat UU seperti ini”.
Sebagai manusia normal yang memiliki rasa dan nurani, tentunya peristiwa-peristiwa ini mengusik pemikiran sehat kita. Kenapa sampai itu terjadi – ada apa gerangan – Ada apa dengan negeri ini…? Karena jika hal tersebut benar, secara asumsi dapat kita nyatakan akan banyak masalah besar yang dihadapi bangsa ini ke depan. Dan ini bukan masalah sederhana. Trus apa relevansinya dengan kita sebagai Pekerja…?
Kita tentunya tidak ingin perusahaan juga mendapat imbas negatif dari situasi ini. Tapi apa kita “Perusahaan” mampu menghindar jika penyebabnya magnitudenya jauh lebih besar dari ukuran Perusahaan itu sendiri. Jangan jangan kita malah ikut tergulung dan tergilas arus pusaran yang maha dahsyat ini.
Perenungan perlu dilakukan disini. Apa efek positif dan negatifnya. Terlebih dengan situasi Perusahaan yang juga masih belum jelas ditengah proses transformasi ini. Karena jika kita bertanya masih banyak yang bingung mau melakukan apa dan memutuskan apa. Bertanyapun lebih banyak jawabannya tidak tahu. Kita tidak ingin larut dengan ketidak pastian ini yg tentu akan berdampak terhadap semangat dan kelancaran kerja. Padahal Perusahaan punya cita-cita besar dengan aspirasi masuk ke posisi Top 100 dalam Fortune Global 500 dengan nilai valuasi pasar US$ 100 Milyar. Jangan sampai Manajemen kehilangan waktu dan kemudian kalap sehingga keputusan menjadi semakin ngawur. Tidak hanya menimbulkan ekonomi biaya tinggi, tapi malah menimbulkan masalah baru “berpotensi menimbulkan opportunity loss dan/atau kerugian besar bagi Perusahaan”.
Sebagai Pekerja kita mungkin berpikir hal ini tidak ada masalah dengan kita. Toh setiap bulannya masih terima gaji. Juga ndak bakalan ada PHK. Jika ekstrimnya Perusahaan ini di-swastanisasi-pun, kesejahteraan juga pasti akan jauh lebih meningkat. Trus apa masalahnya. EGP “emang gua pikirin” kata benak kita.
Emang salah…? Ndak salah sich. Tapi naif aja jika itu yang ada di kepala kita. Sadarkah kita bahwa kita hidup tidak hanya dengan orang-orang yang ada di rumah kita. Kita punya orang tua, saudara dekat, tetangga dan saudara sebangsa lainnya yang belum tentu hidupnya seberuntung kita. Tidakkah itu menjadi pemikiran kita semua? Kemana nurani kalau kita abai dengan semua itu… 😥
Sebagai Pekerja, kita dituntut bekerja baik. Tapi jangan hanya puas dengan bekerja baik tanpa peduli dengan lingkungan sekitar. Sampai tidak tahu dengan apa yang terjadi di Perusahaan. Terlebih jika itu bersifat ancaman, baik dari internal maupun eksternal. Kepedulian dan kepekaan nurani harus terus dibangun. Jangan terlena dengan jargon manis yang menina bobokkan kita semua. Jangan sampai sudah ditubir kehancuran baru sadar dan kaget. Karena jika itu terjadi, alamat nasi sudah menjadi bubur.
Idealnya bangsa ini kehidupannya tenteram dan makmur. Yang menurut para pendahulu bangsa dikenal dengan negeri gemah ripah loh jinawi. Karena sangat subur tanah dan kaya SDA nya. Tapi mengapa…🤔 Semoga julukan itu betul menjadi kenyataan ke depan dan Perusahaan ini sebagai salah satu lokomotifnya. Tapi entah kapan. Semoga… (fbs – 11 Okt 2020)
—o0$0o—
#Perenungan hak mutlak semua orang yang bisa menggerakkan kesadaran untuk berbuat dan merubah arah yang bisa jadi salah selama ini untuk sebuah tindakan dan kehidupan yang lebih baik – fbs