Reuni Kance Kecik

by firdausbambang
Photo bersama acara REUNI KANCE KECIK...

Photo bersama acara REUNI KANCE KECIK...Upss aku baru ingat bahwa siang ini “tgl 21 Mei 2016” ada rencana ketemuan dgn sohib SMP/SMA di Pacific Place (PP) – Urban Kitchen. Bergegas aku bersiap. Anak ku yang paling kecil tadinya juga mau ikut, tapi dicegah oleh istri ku. Dia tidak ingin nanti acara kumpul-kumpul jadi terganggu dengan kehadiran anak ku. “Ndak pa pa, biarkan aja Abin ikut” ucap ku. “Jangan ah, nanti ndak enak sama kawan Mas, dan ngobrolnya bisa terganggu” kata istri ku. Untungnya anak ku langsung mengerti. Stlh bersiap sebentar dan pamit sama istri anak ku, mobil ku pacu melewati tol Jagorawi menuju Jakarta, tepatnya ke PP.

Sesaat aku teringat dgn Eldi yg juga tinggal di Bogor. Apakah dia jd berangkat ke PP. Kemarin aku sudah tawari untuk bareng. Tapi dgn halus Eldi menolak. Dia akan diantar oleh Uda katanya. “Mudah mudahan Eldi tidak lupa” ucap ku dalam hati.

Jam msh menunjukan pukul 10 lewat, aku sdh sampe di PP. Ternyata aku msh kepagian. Urban Kitchen di PP nya jg belum buka, pekerja nya juga masih beres beres. Tp ndak masalah, aku numpang nongkrong disitu. Ku buka ipad sambil browsing dan main hp.

Kami sengaja kumpul di PP. Kebetulan Heny yg tinggal di Pbm sedang berada di Jkt. Disamping itu kami juga ingin membahas rencana pelaksanaan reuni kance kecik pada tanggal 6 Agustus 2016. Selintas di group WA Kance Prabu hal ini sudah sempat disinggung dan dibahas. Sambutan kance kance dan animonya sangat luar biasa. Kita semangat dan sepakat untuk merealisasikan acara ini.

Sekitar lewat jam 11, satu persatu sohib kecil ku muncul, mulai dari Didit yg datang jauh jauh dari Bandung, Santi, Eldi, Peni, Heni, Awal, Mimin, dan Erni. Ku perhatikan mereka, rasanya tidak banyak yg berubah. Wajah kecil mereka masih tergambar dengan jelas. Gelak tawa mengiringi pertemuan kami. Bahkan menu makanan dan tempat sajiannya pun menjadi bahan ketawaan. Mimin dan Didit dengan gaya sok tahunya memesan minuman jenis Mojito. Saat disajikan ternyata tempat nya seperti gelok yang biasa digunakan untuk naruh ikan cupu. Lebih aneh lagi adalah rasanya yang asem. Saat di sruput, mata Mimin sempat terbelalak. Huahahaha kami tergelak menahan tawa. Ada rasa penyesalan di matanya memesan minuman dengan nama Jepang tsb. Belum lagi makanan yang dihidangkan menggunakan talesan dan mangkok kobokan hahaha… Uniq memang. Tapi itulah salah satu sudut tempat makanan kelas menengah khas ibu kota.

Ditengah tawa canda kami yang sedikit mengusik pengunjung lainnya, si cantik Yeni muncul. Suasana semakin rame. Terlebih saat Heny Noer menggunakan bahasa Palembang yg medok. Pelayannya kebingungan saat mendengar celotehan Heny. Dia bingung harus menjawab apa. Sementara Heny semakin semangat menggodanya. Hehehe bagian dari canda usia Jelita (jelang limapuluh tahun).

Menjelang usai akhirnya Luthfi nongol jg bergabung. Hanya Elly “Diana” yg janjinya hadir tapi tdk bisa. Padahal pilihan tempat UK di PP karena Elly yang minta. Yeahhh… mungkin Elly punya alasan sendiri kenapa tidak bisa hadir.

Kehadiran Luthfi membuat Heny semakin salah tingkah. Kami terus menggodanya. Menjodohkan mereka berdua, karena kami tahu status mereka sama sama sorangan. Namun itu hanya sekedar guyon. Tapi kalau diam diam mereka menganggapnya serius, itu menjadi hak mereka. Kami tergelak saat mereka betul betul salah tingkah. Dasarrr Heny dan Luthfi…

Obrolan kami semakin seru, krn banyak cerita masa lalu yg diungkit, mulai dari yg serius sampai yg paling gokil. Baik cerita ttg guru, ulah usil sahabat kecil maupun ttg kisah kasih romantika masa sekolah saat itu. Pembahasan tentang masing-masing guru dan cerita ulah nakal sebagian teman membawa kami terus larut ke masa 30 tahun nan lalu. Perasaan lucu dan rindu akan masa lalu semakin mendera, semakin membuat kami ingin ketemu dgn kance kecik lainnya. Belum lagi saat cerita cinta kanak-kanaknya disinggung. Jujur… perasaan senang langsung menghinggapi diri kami masing-masing saat nama nama yg ada dihati saat itu disebut. Tidak bisa dipungkiri, masa masa SMP dan SMA itu memang begitu indah. Cinta pertama ku ada disini…

Maksi di Urban Kitchen - Pacific Place...

Maksi di Urban Kitchen – Pacific Place…

Maksi di Urban Kitchen - Pacific Place...

Maksi di Urban Kitchen - Pacific Place...

Pikiran ku jauh menerawang ke masa SMA. Ahh… Aku jadi ingat dengan gayanya, senyumnya. Lirikannya serasa menerbangkan semua yang ada. Tapi ah sudahlah… itu bagian masa lalu. Dimanakah dia sekarang? Masih cantik kah dia? Sayangkah suaminya dengan dirinya? Sudah berapakah anaknya? Pikiran ku terus melayang memikirkan sosok itu.

Lamunan ku hilang saat Mimin memanggil. Kawan kawan rame asyik mendiskusikan tanggal reuni. Saat aku ditanya, “aku usul bagaimana jika reuni kita majukan satu minggu menjadi tanggal 30 Juli 2016” sahut ku lagi. Alhamdulillah tanpa perdebatan panjang kawan kawan langsung setuju dengan tanggal tsb. Dengan keputusan ini, aku sebetulnya merasa bersalah dengan Wiwiek yg sebelumnya sudah info bahwa dia sudah beli tiket untuk acara 6 Agustus tsb. Semalam aku WA Wiwiek untuk perubahan tanggal itu. “Ndak masalah Mbang, yang penting kan kamu. Kalau aku sudah pernah ikut reuni sebelumnya dan cukup sering balik ke Prabu jumpa kawan kawan. InsyaAllah nanti jika bisa menyesuaikan, aku akan coba rubah tanggalnya”, jawab Wiwiek lewat WA. Subhanallah… Aku kagum dengan kebesaran hati Wiwiek. Aku hanya bisa berharap dia bisa ikut nanti saat acara reuni.

Mengenai tempat ada beberapa alternatif di Prabumulih. Heny mengusulkan di rumahnya seperti reuni sebelumnya. Ada juga usulan di RM Mahkota atau di Resto Kampung Cemara. Intinya kami ingin suasana yang nyaman, praktis dan tidak diribetkan dengan berbagai urusan. Khususnya konsumsi, sehingga semua yg hadir bisa fokus dengan acara, menikmati penuh semua acara dan ikut bersenang senang. “Ya nanti disurvei saja, mana yang paling memungkinkan” kata Peni. “Pokoknya aku ndak mau ribet dan aku mau ikut acara full” lanjut Santi lagi. “Ok, kita perlu bentuk panitia supaya ada yang koordinir” usul Eldi. “Setuju” kata yang lainnya berbarengan. “Udah, Bambang aja koordinator” timpal Peni lagi.

Aku ditodong seperti itu terus terang merasa kaget. Tapi karena kawan kawan menghendakinya sulit untuk menolak. “Ok jika aku yang diminta. Tapi jangan ada ketua ketua an ya. Dan semua orang harus punya peran. Termasuk kawan kawan yang di Prabu” jawab ku lagi. “Aman mBang, kita akan handle sama sama acara ini” jawab Peni lagi. Aku memang tidak ingin pembentukan panitia ini justru menimbulkan konflik bagi yang lain. Khawatirnya ada pertanyaan “kok si Bambang sich…?”. Dalam hati aku hanya berjanji “acara ini harus sukses dan yang hadir harus rame“. Hanya itu yang menjadi target utama ku.

Berbagai hal terus kami diskusikan. Mulai dari konsumsi, iyuran, donatur acara dan sistim pengumpulannya, pembuatan kaos, penggalangan kance kance yang belum terinformasikan, dll. “Kalau kawan kawan setuju, bagaimana jika nanti kita berikan juga tali asih bagi rekan rekan kita yg nasibnya kurang beruntung” usul ku. “Setuju…” jawab yang lain berbarengan. “Jika perlu kalau dana yg terkumpul berlebih, guru guru perlu juga kita kasi” timpal Eldi lagi. Kami sepakat dengan rencana mulia tersebut. Aku semakin semangat, ternyata kawan kawan tidak hanya sekedar memikirkan acara untuk kumpul kumpul dan bersenang saja. Ada misi sosial yang akan kami jalankan juga. Dalam hati aku optimis dengan rencana ini. “Semoga Allah SWT memberikan kemudahan kepada kami” batin ku berucap.

Untuk Bendahara kami sepakat menunjuk Eldi. Aku setuju. Karena menurut ku, orangnya cukup tegas dan smart. Aku masih ingat masa lalu waktu sekelas SMP dgn Eldi. Kami bersaing bertiga dengan Efrizal. Aku sebetulnya anak baru pindahan dari Padang. Eldi nampaknya tidak senang ranking kelasnya berpindah ke aku. Tatapannya sinis, atau itu hanya perasaan ku saja. Tapi aku tidak berani membalas, karena selain cantik dia juga anak Pertamina. “Mana berani awak” kata ku dalam hati yang hanya anak kolong. Anak Pertamina sesuatu bingits kala itu. Tapi itu masa lalu. Rasa benci itu sudah sirna, yang ada saat ini adalah tatapan persahabatan. Atau jangan jangan aku, ahhh… lamunan ku terlalu jauh.

Untuk urusan kaos, undangan dlsb kami percayakan ke Peni. Aku setuju, “ni ceweq cekatan, tegas dan cepat ambil keputusan. Gue suka gaya loe” dalam hati ku. Aku dulu tidak begitu mengenalnya. Dulu aku berpikir, ni anak pasti jutek. Untuk menegurnya saja tidak berani apalagi mendekatinya. Ternyata apa yang dulu ku bayangkan berbeda dengan kenyataannya sekarang. Peni itu orangnya ternyata enak, cukup hangat dan supel. Tapi memang tetap harus hati hati, karena dalam dirinya tersimpan mesiu yg siap meletup kapanpun jika ada serangan dari luar hehehe…

Setelah puas bercengkerama, sekitar pukul 3 sore kami bubar. Santi, Eldi, Peni, Heny, Awal, Mimin dan Luthfi lanjut lagi ke Resto Alam Sutera BSD karena mereka ingin menyusul Okoy dan Anti yang juga lagi ada acara reuni kampus. Sementara aku dan yang lainnya langsung pulang dengan acara kami masing masing. Yang paling bersemangat utk bertemu Okoy & Anti adalah 3 koboi “Awal, Luthfi dan Mimin”. Mimin posisinya aman untuk Anti, karena tidak ada saingan. Sedang Okoy, terjadi persaingan ketat antara Awal dan Luthfi. Tapi hasilnya menurut Santi, perburuan 3 koboy tua itu gagal, mereka pulang dengan tangan hampa hehehe…

Pasca pertemuan itu membuat aku ingin selalu bertemu dengan sahabat kecil ku. Ada perasaan yang berbeda saat kumpul dengan mereka. Suasananya betul betul enjoy. Membangkitkan kenangan lama dan aku sangat menikmatinya. Celetukan celetukan kecil untuk ketemu lagi dari beberapa kawan langsung ku jadikan peluang. Apa lagi saat kami kangen untuk ngerop cuko. Itu yang selalu dikumandangkan oleh Minim, Awal, Santi dll. “Payooo ngerop cuko…!” kata Mimin dalam beberapa kesempatan. Haaa… ini satu hal yg juga aku nantikan. Ngerop cuko dengan sepalembangan pasti memiliki suasana yg jauh lebih nikmat dibandingkan hanya sendirian.

Salah satu sohib yang selalu komit dengan pertemuan adalah si jangkung Santi nan chantiq. Dia konsisten dengan janji. Sosok Santi mengingatkan ku pada istri ku. Aku terpaut 4 tahun dengan istri ku. Aku mengenalnya melalui Santi yg kebetulan saat itu mereka tetanggaan. Waktu itu aku kelas 3 SMA. Aku dikenalkan oleh Santi dengan sosok gadis maniez yang baru kelas 2 SMP. “Mbang, kenalin ini Pepen” kata Santi. Sedikit gugup aku menjawab singkat, “Bambang” kata ku. Tapi aku kecewa dengan reaksinya karena sama sekali dia tidak menunjukan ingin bersahabat dengan ku. Yeaa… Aku bisa maklum, karena dia masih kecil. Namun wajahnya yang manis telah menggoda hatiku. Setelah itu aku sering menanyakan kabarnya ke Santi, “apakah dia punya pacar…?”. Bahkan aku mulai berani kirim salam. Selanjutnya kirim salam dan surat sering aku lewatkan melalui Santi. Yeahhh… Santi adalah mak comblang ku, sampai kami jadian dan akhirnya dia menjadi ibu bagi tiga anak anak ku sekarang.

Keinginan ku untuk bertemu lagi dengan sohib kecil ku terjawab sudah. Saat itu Ramadhan 1437H. Pada bulan puasa ini kami berencana untuk bukber (buka bersama) di Resto Sari Sanjaya. Disitu tersedia menu khas palembangan. “Makanannya enak” kata Santi. Kami semakin tertarik untuk mencobanya. Beberapa kawan sudah konfirm untuk hadir…

Di Alam Sutera BSD...

Di Alam Sutera BSD…

Hari itu tanggal 28 Juni 2016. Dari pagi aku sudah minta ke Sekretaris untuk konfirmasi tempat di Resto Sari Sanjaya – Kelapa Gading untuk acara bukber dengan sohib kecil ku. Sebetulnya mBak Rika sudah reserve tempat beberapa hari sebelumnya. Tapi aku hanya tidak ingin terjadi miss karena ini adalah bulan puasa. Sekitar jam 3 lewat aku meluncur dari kantor menuju Kelapa Gading. Khawatir jika kesorean lalu lintas pasti macet. Sore ini aku akan bertemu kawan baru stock lama hehehe. Lina dan Sayit namanya. Terus terang aku belum begitu mengenal sosok dua orang ini. Mereka di SMA tidak satu kelas dengan ku. Semoga saja mereka bisa hadir pikir ku.

Saat tiba di Sari Sanjaya, tidak beberapa lama Santi dan Peni juga sampai. Berikutnya muncul Lina dan Sayit, disusul Erni dan Yeni. Sambil menunggu waktu buka puasa, gelak tawa mulai memecah ruangan tempat kami ngumpul. Tak henti hentinya kami tertawa ngakak karena ulah dan mendengar banyolan Lina. Ada saja yang bisa dijadikan bahan oleh Lina. Kerongkongan ku semakin kering karena tidak berhenti tertawa. Walaupun baru kenal aku langsung akrab dengan Lina dan Sayit. Lina memang supel dan periang. Beda dengan Sayit yg sedikit pemalu. “Aiii… Sayit ni bukan pemalu mBang, tapi malu maluin” sahut Lina dengan gaya ceplas ceplosnya. Tapi dengan tingkah Lina semua menjadi cair.

Kami masih menunggu beberapa kawan lainnya. Awal dan Mimin dua sejoli “sehidup semati” ternyata tidak bisa datang. Elly “Diana” pun yg awalnya mau hadir jg berhalangan. Eldi mendadak ada acara dgn ibu ibu kantornya Uda di Bogor. Pendi, setelah di telpon juga kelupaan kalau ada acara sore ini. Luthfi masih ada kegiatan yang tidak bisa ditinggal sehingga juga tidak bisa datang. Namun karena ada Lina ditengah tengah kami, walaupun yang hadir hanya 7 orang, tapi suasana terasa ramai. “Lina benar benar hebring, lincah bagaikan bola bekel” ujar ku dalam hati. Malam itu aku kembali jadi raja sendiri dikelilingi oleh 6 bidadari yang cantik cantik. Saat berbuka pun suara gaduh masih muncul dari meja kami. Burgo dan Celimpungan, sebentar saja ludes dua porsi dari piring ku. “Woiii Bambang habis duo piring” celetuk Lina. “Iyo Lin, ini menu favorit” jawab ku tanpa malu malu.

Pas sesi photo bersama, “payo Makwo dan Makmud, apitlah Papi tu, kami anak anak dibelakang bae” celetuk Sayit yang ditujukan ke Santi dan Yeny. “Iyo, kau anak yang paling tuo yo Yit” timpal Erni lagi. “Aku jadi adek kau bae yo Yit. Erni, awak jadi anak bungsu bae” lanjut Lina lagi. Huahaha kami tergelak mendengar ulah Sayit, Erni & Lina. Aku tidak tahu apa yang dirasa oleh Santi dan Yeny dengan sebutan Makwo dan Makmud tsb.

Wayan yang tadinya rencana hadir bersama Lina dan Sayit juga tidak bisa ikut. Ingat Wayan, aku jadi ingat Cikman, Joko dan Luthfi. Kemana mana kami selalu berlima. Jalan, belajar, nonton bahkan makan kami lakukan berlima. Hanya saat pacaran saja kami sendiri sendiri. Yang paling jago untuk urusan pacaran adalah Luthfi. Cikman menjulukinya Beruang Tanah. Karena dia paling berani dan heibat rayuannya hehehe… Kami menjuluki diri kami berlima adalah Five Famous. Lima orang yang harapannya akan terkenal di masa depan. Ada satu ikrar kami yg aku selalu ingat sampai sekarang, yaitu “pada saat kami dewasa nanti dan masing masing sudah berumah tangga, kami akan selalu berdekatan dengan membangun rumah bentuk segi lima (_pentagon style_), yang setiap sisinya kami yang menempati bersama keluarga masing masing”. Namun itu hanya tinggal kenangan. Sekedar impian semata karena ternyata kami tidak mampu mewujudkannya.

Sore & malam itu kami sempat membahas persiapan reuni kance kecik. Kami sepakat perlu dibentuk panitia pelaksana lokal di Pbm sehingga secara teknis ada yang handle di lapangan. Pilihan jatuh kepada Hendra Martha sebagai Ketua Pelaksana. “Yap Hendra cocok” kata Peni. “Aku setuju” kata Santi, “dia paling aktif di group dan bisa masuk ke semua kawan” lanjutnya lagi. “Kita perlu wakil juga lah. Siapa yang pas” ujar Lina. Aku langsung bereaksi, “Cik Utih cocok tuch, karena saya dengar reuni sebelumnya dia juga yang handle acara” jawab ku spontan. Yang lain sepakat agar dua kance itu sebagai Ketua dan Wakil. Untuk urusan konsumsi, pengumpulan iyuran, publikasi di Prabu dan sekitarnya, distribusi undangan serta seksi acara kita tetapkan kawan kawan yang selama ini juga sudah aktif dan semangat utk mengadakan acara ini. Seperti Heny, Dana, Elliya, Very, Siuling, dlsb. “Aku akan hubungi mereka satu persatu untuk meminta kesediaannya mengemban tugas ini” ucap ku lagi.

Sekitar jam 9 malam kami bubar. Ada rasa optimistis untuk menyongsong 30 Juli nanti karena kami merasa dengan kebersamaan segala sesuatunya akan menjadi mudah. Aku sendiri sudah mematok, “acara ini tidak boleh gagal dan harus sukses. Apapun akan ku lakukan” tekad ku dalam hati.

Dalam beberapa kesempatan kami selalu koordinasi dengan kawan kawan di lapangan, khususnya dengan Hendra, Cik Utih, Dana, Heny dan umak umak lainnya. Setiap perkembangan kami selalu di up date oleh mereka.

Menjelang Idul Fitri

Satu hari menjelang Idul Fitri tepatnya tgl 5 Juli 2016, tanpa ada rencana mudik, tiba tiba istri ku bilang “Mas, enak ya kalau mudik”. “Serius” jawab ku. “Kalau memang iya, beres beres gih sono” lanjut ku lg. Istri ku segera siap siap dibantu Mutia anak ku yang nomor dua membereskan barang barang yg mau dibawa. Sekitar jam 14.00 kami langsung berangkat berempat lewat darat dari Bogor menuju Prabumulih. Anak ku yang nomor satu tidak ikut, dia masih di luar, belum bisa pulang tahun ini. Syukurnya perjalanan ke Merak lempang, menyeberang dengan kapal Feri pun lancar. Sampai di Bandar Lampung sudah malam. Tp aku tidak mau berhenti. Kami jalan terus melewati lintas timur menuju Prabu. Jalanan cukup sepi. Mobil terus ku pacu menembus kegelapan malam. Alhamdulillah, sekitar jam empat dini hari menjelang Subuh kami sampai di Prabu. Selesai sholat Subuh, kami langsung siap siap untuk menunaikan sholat Idul Fitri di Komplek Yon Zipur Balakarta tempat aku dibesarkan masa masa SMP dan SMA. Disinilah tempat ku bermain. Aku jadi teringat dengan kedua orang tua ku yang sudah tiada. Mereka berdua adalah kebanggaan dan role model ku.

Hari kedua di Prabu, Joko menelpon “mBang, nanti malam kita hadir yuk acara Halal bi Halal Smansa di Gedung Kesenian”. “Oke” jawab ku tanpa berpikir panjang mumpung sedang di Prabu. Joko adalah sohib ku yg selalu berpenampilan rapi. Jiwa seninya sangat luar biasa. Beliau ahli dalam melukis, mendekor sampai dengan menggunting/mencukur rambut. Guntingannya apik. Kami selalu antri untuk minta digunting. Joko terlalu baik, sehingga sulit menolak siapapun yg minta tolong. “Ko’, pantes aja Uci nempel terus ya” ucap ku sekali waktu. “Ah… ndak lah mBang” jawabnya tersenyum masam seolah ada yang disimpan. Sekarang dia sangat berbahagia bersama Misna, sohib SMA kami.

Malamnya kami saling jemput, berempat bersama Ical dan Efrizal berangkat ke acara HBH SMANSA. Disitu angkatan 86 lainnya hanya ada Wilman dan Samron. Praktis hanya kami berenam mewakili angkatan 86. Beberapa guru juga hadir. Lumayan malam itu kami ikut tampil mewakili Angk ’86 mengiringi Samron sang biduan melantunkan lagu favoritnya.

Bertemu Wilman, rasanya tidak banyak yang berubah. Senyumnya khas dan gaya bicaranya masih seperti dulu. Namun kesannya lebih dewasa.
Aku langsung ingat kejadian beberapa waktu lalu saat beliau dan kelg nya mendapat musibah tabrakan di Indralaya. Kalau tidak salah itu di bulan puasa. Syukurnya tidak ada yang cidera serius. Kami beramai ramai di group WA ikut prihatin dan berupaya membantu sebisanya melalui beberapa kawan. Salah satunya minta bantuan melalui Mardin yg juga berprofesi sebagai Polisi.
Aku bisa membayangkan apa yang dirasakan Wilman. Perasaan cemas dan pasti ribet urusannya dengan Polisi. Tapi syukurlah dengan bantuan bbrp kawan, malam itu urusannya bisa beres juga.

Lamunan ku buyar ketika Ical menegur ku, “Mbenk, jangan dak hadir ya besok siang habis Jumatan di tempat Heny. Kita HBH di rumah Heny” ucap Ical mengingatkan ku. “Beres Cal, aku ke Prabu salah satu tujuannya memang untuk itu kok” jawab ku lagi. Aku membayangkan, “wah… pasti rame nich di rumah Heny” pikir ku…

Bukber Ngerop cuko di Sari Sanjaya - Klp Gading...

Bukber Ngerop cuko di Sari Sanjaya – Klp Gading…

Bukber Ngerop cuko di Sari Sanjaya - Klp Gading...

Acara HBH SMANSA di Gd Kesenian Prabu...

Acara HBH SMANSA di Gd Kesenian Prabu…

Selesai Jum’atan, aku langsung meluncur ke rumah Heny. Sampai disana baru ada beberapa orang. Ada Heny sohibul bait, Dana, Yanti, Sayit, Farida dan Tutik Azis. Di kediamannya, tuan rumah sudah mempersiapkan beberapa hidangan. Tak lupa tuan rumah juga sudah menyediakan hiburan dengan organ tunggalnya. “Nyanyi gek mBang yo” kata Heny. “Waduh Hen, bukannyo idak galak, tapi aku paling idak biso nyanyi” jawab ku lagi. Aku memang paling tidak bisa kalo sudah urusan nyanyi. Disamping tidak pede, suara ku juga sering hilang kalo sudah nyanyi. Aku lebih cocok hanya sebagai penikmat lagu.

Satu persatu kance kance yang di Prabu mulai berdatangan. Mulai dari Wilman, Wasri, Ical, Feri Sovana, Iis (Rudi Iswandi), Edi Maksum, Wondo didampingi istrinya, Mat Tjik bersama wong rumah, pasangan Firdaus & Anis serta Efrizal.

Wow… surprise, ternyata ada tamu jauh juga. Ada Mimin yang baru sampai dari Jakarta dan Mang Udara “Abian” yang jauh jauh datang dari Makasar. Di hari yang fitri ini tujuan kami ngumpul utk bersilaturahmi dan saling bermaafan.

Sambil ngobrol santai kami mulai saling mengenal lagi. Karena terus terang, aku juga banyak yg lupa nama nama yg hadir. Bahkan wajahpun karena sudah lama tidak bertemu, menjadi pangling. Perubahan selama 30 tahun tidak bertemu, juga ikut mempengaruhi bentuk tubuh dan wajah kance kance ku. Tapi setelah masing masing mulai menceritakan identitas diri, dulu di kelas berapa, satu persatu ingatan itu bangkit kembali. Kami cepat menjadi akrab karena didorong historis kebersamaan masa lalu.

Suasana semakin ramai dengan mulai tampilnya beberapa kawan melantunkan lagunya. Yang paling heboh tentunya tuan rumah Heny dengan gaya khas nya yang mendayu dayu. Yang makan asyik dengan makanannya. Tidak kalah serunya saat Mat Tjik mulai beraksi dengan dangdut nya. Ternyata ukuran badan bukan jadi penghambat bagi Mat Tjik. Lantunan dan gayanya cukup meyakinkan. Tampil dengan pedenya.

Tidak mau kalah dengan Heny dan Mat Tjik, Wasri, Mimin, Wondo dll juga tampil seru bergantian. Suasana semakin meriah dengan canda dan lantunan lagu.

Acara di tempat Heny lebih banyak kami isi dengan refreshing dan hiburan. Menjelang sore satu persatu dari kami undur diri. Aku sekalian pamit dengan kawan kawan karena besok Sabtunya harus kembali lagi ke Bogor.
Kemeriahan yg barusan terasa seolah bagaikan mimpi. Tidak disangka bisa bertemu kawan masa lalu dalam jumlah yg cukup lumayan.

Waktu terus berlalu. Tidak terasa acara reuni kance kecik semakin mendekat. Hanya tinggal dua minggu lagi. Komunikasi terus kami bangun, khususnya melalui media WA Group. Percakapan di WA pun semakin seru dan tidak pernah sepi. “Inilah chat paling aktif dari sekian WAG yg aku punya” pikir ku. Kadang hanya berapa jam ku tinggal karena kesibukan pekerjaan, jumlahnya sudah ratusan. Bahkan pernah satu hari ku diamkan hampir mencapai 1000 chat yg belum di baca. “Gilo… baru sebentar ku tinggal lah ratusan” sebagian komentar yang muncul dari kawan kawan.

Kadang aku tertawa sendiri membaca percakapan diantara kance. Ternyata itu bukan aku saja. Hampir semua kawan merasakan hal tsb. “Oi ketawo dewek aku mbaconyo”. “Asli ngekek” sahut yg lainnya lagi. WAG kami memang paling meriah. Ini adalah hiburan gratis yang luar biasa nilainya. Tidak tergantikan dengan uang, karena dari media inilah kami saling mengenal.

“Lam kenal Yanti…” “Lam kenal Sambudiman…” “Lam kenal Icut…” “Lam kenal Holil…” “Lam kenal Destati…” “Lam kenal Syukur…” “Lam kenal Siuling” dst dst… Itu sapaan khas yang selalu muncul setiap ada warga baru yang kami ketemukan dan bawa masuk dalam group. Melalui media ini silaturahmi diantara kami yang berjauhan dan dengan kesibukan masing masing terus terbangun. “Luar biasa…!!!” itulah yang aku rasakan. Mudah mudahan seperti yang banyak disampaikan oleh Ulama dan orang bijak, bahwa dengan silaturahmi ini disamping dapat membuka pintu rejeki juga bisa memperpanjang usia. Semoga…

Setiap hari ada saja bahan yg kami diskusikan. Mulai dari materi tausiah, nasehat nasehat bijak, motivasi sampai dengan artikel artikel lucu. Bahkan olokan ringan sesama kawan pun menjadi materi yang menghiasi WAG kami. “Hehehehe…” “Wkwkwkwk…” atau “Huahahaha…” teramat sering muncul karena komentar spontan atau nyeleneh yg muncul dari salah satu kawan. Dampaknya bukan hanya sekedar di dunia maya. Impactnya juga terjadi secara phisik. Karena sering kali saya merasa malu saat kepergok ketawa sendiri ditempat keramaian. “Hushh… Papa kok ketawa sendiri sich” atau “Ihh Papa norak” kata anak ku pada satu waktu. “Ini lho Bin, kawan kawan Papa lucu lucu” balas ku lagi. Anak ku hanya tertawa mesem seolah paham dengan yang ku maksud. Istri ku hanya mencibir saja sambil tersenyum mendengarnya.

Dilain tempat di Tanjung Batu, Hendra Martha tidak berani menunggu tokonya dan masuk ke dalam rumah. “Pacak dianggap gilo aku ketawo dewek di toko, mending belari aii masuk” tulis Hendra di WAG.

Kegiatan pengumpulan dana demi suksesnya acara, baik dari donatur maupun iyuran untuk kegiatan reuni terus digulirkan. Eldiah proaktif dibantu dengan beberapa kawan melakukan penggalangan. Beberapa donatur potensi, pendekatan dilakukan melalui Lina yang ahli dalam urusan rayu merayu. Untuk wilayah Prabu dan sekitarnya dipercayakan ke Dana. Disamping penggalangan dana, Dana juga rajin keliling membagikan undangan ke kawan kawan.

Yang ku tahu, saat saat itu Eldiah begitu pelit dengan senyumnya. Yang membuatnya tersenyum atau ketawa hanya saat hp nya berbunyi “ting tong” yang diiringi dengan pemberitahuan ada yang transfer. Eldi akan segera info ke WAG dengan sumringah “Alhamdulillah ado yg ting tong lagi” hehehe…

Waktu semakin dekat. Beberapa persiapan telah kami lakukan. Mulai dari tempat pelaksanaan di Resto Kampoeng Cemara, order konsumsi, pembuatan kaos, undangan dan spanduk, termasuk transportasi bagi kawan kawan dari Palembang ke Prabumulih. Pendataan jumlah peserta yang hadir juga sudah di daftar. Kawan kawan di Jakarta dan di Prabu terus berkomunikasi untuk mengevaluasi semua persiapan yang ada.

Waktu semakin dekat. Kamis malam, dua hari menjelang 30 Juli aku sudah di Palembang setelah dinas dari Medan. Pagi Jum’atnya sebelum ke Bandara untuk menjemput kawan kawan yang dari Jakarta aku ke kantor region di Plaju dulu. Mobil dua unit untuk penjemputan juga sudah ku siapkan.

“Kita sholat di Bandara aja ya pak” kata ku kepada driver. Persis menjelang waktu sholat kami sudah sampai di Bandara dan aku langsung menuju mesjid untuk menunaikan sholat Jumat. Selesai sholat aku langsung menuju ruang kedatangan.

Kringgg… Hp ku berbunyi dan ku lihat nama yang call Santi…

HBH di rumah Bik Heny (Nineng)

HBH di rumah Bik Heny (Nineng)

HBH di rumah Bik Heny (Nineng)

“Assalamu’alaikum… Hallo San” ucap ku. “Wa’alaikumsalam… Awak dimano Bang? Kami sudah di Bandara di Kedatangan” ujar Santi. “Lah… Aku jugo sudah di Bandara. Oke aku kesitu yo” timpal ku lagi. Bergegas aku ke tempat Santi. Ternyata disitu sudah ada Lina, Cikman, Beni Tjili dan Ririen adeknya Wiwiek. Aku say hello dengan mereka. Beni dan Ririen rupanya juga barusan sampai dari Jkt. Sementara Santi dan Lina sudah ada di Prabu sejak hari Rabu. Kami berbincang sambil menunggu rombongan berikutnya. Tidak lama berselang, dari dalam pintu kedatangan muncul Dani, kemudian disusul Neneng, Sayit, Peni dan Eldi. Suasana langsung rame. Sambil berpose kawan kawan terus asyik berceloteh.

Dani ku lihat sudah segar. Alhamdulillah… Menjelang masuk Ramadhan, kami mendengar bahwa Dani akan di operasi by pass jantung. Kami semua terkaget dan hanya bisa memanjatkan doa “semoga Allah SWT memberinya kekuatan, operasinya lancar dan segera pulih serta kembali sehat seperti sedia kala”. Hari demi hari kami monitor di WAG melalui teman teman yang sempat melihat dan tahu kondisi nya. “Alhamdulillah operasinya lancar dan sekarang tinggal pemulihan” tulis Santi di WA pada satu hari. Kami semuanya memanjatkan puji syukur. Dani termasuk kawan kami yang fenomenal pada jamannya. Sewaktu di SMP dia ketua Osis. Dia juga ahli bermain musik, sehingga semua orang mengenal Dani dengan sangat baik. Khususnya kaum perempuan. Beda dengan ku yang kemana mana menjinjing tas Echolac dengan sisiran yang klimis dan kaos kaki sampai ke lutut hehehe…

Karena sudah siang dan perut juga menuntut diisi, kami bergegas keluar Bandara untuk makan siang sebelum menuju ke Prabu. Tempat makannya kami percayakan ke Cikman yang tahu persis situasi Palembang. “Iyo lah, ikuti bae aku yo mBang, ado tempat yg lemak, tapi tempatnyo sederhana” ajak Cikman. “Yang penting lemak Man, kami lah lapar nian dari tadi” jawab Peni. Kami langsung sepakat dengan jawaban tersebut. Cikman hari itu menjadi tuan rumah.

Bertemu Cikman, kenangan ku kembali melayang ke 30 tahun nan silam. Cikman adalah sohib ku yang luar biasa. Orangnya rajin dan tekun. Dia mengenal seluruh orang di rumah ku. Terutama kepada ibu bapak ku dia sangat paham. Persahabatan diantara kami bagaikan saudara. Aku juga sangat mengenal keluarga Cikman. Kami saling mengunjungi. Bahkan Cikman cukup sering tidur di rumah ku bersama tiga sohib ku lainnya. Orang tua ku percaya betul dengan Cikman. Untuk ijin keluar aku sering menggunakan nama nya, termasuk urusan pacaran hehehe…
Selesai SMA kami mulai berpisah. Dia kuliah di FKIP sedangkan aku ambil jurusan Teknik Kimia. Walaupun sama sama di UNSRI kami jarang bertemu karena sudah sibuk dengan urusan masing masing. Jiwanya sebagai pendidik ternyata tidak berkelanjutan. Cikman lebih memilih bekerja sebagai karyawan. Dan ternyata pilihannya tepat. Sekarang dia sukses. Walaupun begitu karakter aslinya tidak hilang. Dia paling mengerti dengan sahabat. Jiwa tolerannya tinggi. Murah hati dan peduli terhadap kawan yang mengalami kesusahan. Persaingan ku dengan Cikman hanya satu, berlomba ingin menjadi yang terbaik di kelas. Dia atau aku yang muncul walaupun ada Fendi yang selalu mengancam posisi itu hehehe… Tapi siapapun juaranya kami saling mengucapkan selamat. Persahabatan kami tetap kokoh.

Kami berhenti di tempat makan. Seketika lamunan ku buyar. Tempatnya sederhana. Namanya Pindang Kurnia yang berada di Simpang Bukit Polygon. Kami segera memesan pindang dan menu lainnya. Setelah hidangan tersaji, dalam sekejap semua yang ada di meja ludes tanpa tersisa. Pilihan Cikman memang tepat. Betul betul nikmat masakannya. Maknyusss… dibarengi karena kami nya juga kelaparan.

Selesai makan, agar tidak kemalaman sampai di Prabu, kami rombongan segera berangkat. Cikman tidak ikut, karena dia, Amrul dan Dr. Rizal besok pagi baru ke Prabu. Kami ingin segera tiba di Prabu karena kami berencana setelah sampai langsung melihat persiapan untuk acara reuni besok di Resto Kampoeng Cemara (KC).

Masih dalam perjalanan, tiba tiba Sayit menunjukan Hp nya, “woi… kito diundang Wondo makan malam ini di rumah nyo. Wong rumah Wondo sudah nyiapke ayam bakar” ujar Sayit. Awalnya kami ragu khawatir membuat repot. Tapi juga surprise sehingga akhirnya tawaran Wondo langsung kami iyakan. Kata orang pantang menolak rejeki hhmm…

Sampai di Prabu kami langsung menuju ke Hotel Sentral City tempat kami menginap yang persis berseberangan dengan KC. “Kito narok barang bae yo. Selesai sholat Maghrib kito langsung ke tempat Wondo supayo idak kemaleman nyingok persiapan di KC” ucap ku. Kawan kawan setuju. Karena kami juga sudah berjanji dengan Cik Utih dan kawan kawan di Prabu untuk kumpul di KC malam ini.

Tiba di rumah Wondo, kami surprise dan bercampur haru. Ternyata istrinya Wondo “Leni” sudah menyiapkan berbagai macam makanan. Ada ayam bakar, ikan bakar, gulai pucuk ubi, lalap dan sambal terasi. Tidak lupa juga tersedia pempek. Wow… semuanya nikmat, khususnya yang paling ku suka gulai pucuk ubi dengan sambalnya. “Sambelnyo luar biaso Ndo” ucap ku. “Lemak galo galo mBang” sahut Lina lagi tidak mau kalah. “Yang penting perut sudah kenyang, jadi payo kito balek” celetuk Santi. “Huahahaha…” kami semua tertawa. Tapi memang apa yang dilakukan Wondo satu hal yang luar biasa buat kami. Itulah bagian dari persahabatan kance kecik yang nyata. Wondo sudah menunjukkannya.

Sebentar berbincang kami pamit untuk melanjutkan acara di KC.

Sesampai di KC sudah ada Cik Utih, Very dan Siuling yang empunya KC. Cik Utih dan Siuling sudah menata ruangannya dengan apik. Tidak banyak lagi yang harus kami bantu. Pada malam itu kami lebih fokus membahas format acara besok, pola pembagian kaos saat pendaftaran, dokumentasi dan pembagian tali asih kepada rekan rekan yang kurang beruntung serta kepada guru guru sebagai tanda cinta.

Bertemu Siuling sang empunya ada kesan positif yang ku dapat. Ternyata orangnya bersahaja. Dulu aku hanya mengenalnya dari wajah. Ternyata untuk acara ini banyak sekali kemudahan dan kemurahan yang diberikan kepada kami oleh Siuling. “Idak salah kito milih KC mBang” ucap Peni, Santi dan Eldi pada satu waktu. Apa lagi dengan adanya Lina sang negosiator dalam menekan harga hehehe… Malam itupun dengan senangnya dia menerima kami tanpa khawatir pengunjung Resto lainnya terganggu bersantap malam.

Beda Siuling beda lagi dengan Cik Utih. Sosok yang satu ini kesannya penuh percaya diri dan optimis. Orangnya juga humoris. Saking optimisnya 5 hari sebelum tanggal 30 Juli beliau sempat bicara, “Mas Bambang, aku usul, mak mano kalu besok bae acara kito ini. Aku sudah dak tahan nak reunian dengan kance kance” ujar Cik Utih diujung telepon dengan semangatnya. “Hehehe… sabar Cik, gek kito mainkan” jawab ku. Antusiasmenya Cik Utih luar biasa. “Jempol dah…” ucap batin ku. Akupun jadi bertambah semangat.

Diluar dugaan, kance kance yang hadir malam itu cukup banyak. Ada Dana, Euis, Johntri, Wondo, Iis, Ega, Mat Tjik, ditambah Siuling, Very, Cik Utih dan kami berenam yang dari Jakarta. Tidak kumpul nama nya kalau tidak gaduh. Itupun yang terjadi malam itu. Ada saja bahan candaan yang membuat pecah gelak tawa kami yang hadir. Suasana terasa akrab.

Terlebih saat Hendra Martha hadir dengan membawa pempek iwak lambak. Kami berebut memakannya. Luar biasa… Hendra dan Nyonya “Maryati” jauh jauh dari Tanjung Batu meniatkan khusus membuat pempek itu dalam jumlah banyak untuk kami. Dibalik tampilan Hendra yang macho ternyata tersimpan kebaikan dan kelembutan hatinya. Hendra ku kenal supel dan itu terlihat jelas dari komentar komentarnya di WAG serta saat komunikasi via telp. Tekadnya juga luar biasa untuk mensukseskan reuni ini. Ku tahu itu…

Malam semakin larut. Lewat pukul 10 malam kami bubar. “Kami perlu istirahat untuk acara besok” ucap ku dalam hati. Di kamar pikiran ku terus membayangkan acara reuni besok. Adakah persiapan yang masih kurang? Banyak kah yang akan hadir besok? Rasa penasaran, senang dan was was bercampur menjadi satu sampai akhirnya aku tenggelam dalam mimpi…

Saat kedatangan di Bandara SMB Palembang bersiap menuju Prabumulih...

Saat kedatangan di Bandara SMB Palembang bersiap menuju Prabumulih…

Maksi di RM Pindang Kurnia daerah Simpang Bukit Polygon - Palembang...

Maksi di RM Pindang Kurnia daerah Simpang Bukit Polygon – Palembang…

Santap malam nikmat di rumah Wondo...Santap malam nikmat di rumah Wondo…

H-1 Malam persiapan reuni di Kampoeng Cemara - Prabumulih...

H-1 Malam persiapan reuni di Kampoeng Cemara – Prabumulih…

H-1 Malam persiapan reuni di Kampoeng Cemara - Prabumulih...

Upss aku terbangun. Ku lihat jam menunjukan pukul 04.40 WIB. Aku bergegas ke kamar mandi utk menunaikan ibadah sholat subuh. Sekitar jam 06.30 aku turun ke lobi hotel untuk sarapan. Ruangan tempat makan masih sepi. “Mana Santi, Eldi, Peni, Lina dan Neneng ya” dalam hati ku. “Jangan jangan mereka masih pada tidur, karena semalam masih ku dengar suara rame cekikikan dari kamar sebelah. “Dasar perempuan kalau sudah kumpul selalu heboh” pikir ku. Ada saja yang mereka jadikan bahan obrolan.

Aku teringat, semalam Lina sempat bilang, “mBang, besok sarapan jangan kenyang kenyang yo. Aku sudah pesen khusus untuk awak Burgo dan Laksan masing-masing 10 porsi. Gek kito makan rame rame sebelum acara reuni”. “Wahh muantabss Lin, cucok…” kata ku. Aku memang sangat mendambakan makanan tersebut.

Selesai rombongan umak umak itu sarapan, kami janjian berangkat ke KC sekitar jam 9. Lewat jam 9 aku ke KC dengan jalan kaki. Lumayan sambil olah raga pikir ku. Toh tinggal menyeberang saja. Sampai di KC suasana masih sepi. Baru terlihat Siuling yang empunya KC. Tak lama muncul Cik Utih, disusul Dana dan Very serta rombongan dari Jakarta yang stay di Hotel Central City. Kami mulai mempersiapkan pembagian kaos dan pengisian buku tamu. Menjelang jam 10 satu persatu kawan kawan mulai datang. Beberapa yang sempat ku sambut, kami berangkulan untuk yang laki laki dan jabatan tangan untuk yang perempuan. Semua kekuatan pikiran ku kerahkan untuk mencoba mengingat mereka satu persatu. Sering kali aku harus menyerah karena tidak mampu mengingatnya. Dengan sopan ku sapa mereka sambil minta maaf untuk menanyakan namanya. “Ini kesempatan yang baik untuk mengenal semua kance kance yang hadir. Aku tidak mau sok tahu”, pikir ku.

Acara yang tadinya kami rencanakan dimulai jam 10, sedikit molor karena menunggu kawan kawan lainnya yang belum hadir serta guru guru yang kami undang. Sambil menunggu, beberapa kawan yang sudah hadir memanfaatkan panggung dan menampilkan kebolehan tarik suaranya. “Mbang, jam berapo kito mulai” ujar Cik Utih sedikit berbisik. “Jam 10.30 lah Cik, berapo be yang hadir kito mulai” ucap ku karena khawatir juga kalau kesiangan dimulainya. Alhamdulillah dengan berjalannya waktu ruangan mulai penuh dan beberapa kawan juga masih terlihat diluar berbincang dan mengisi buku tamu sambil ada yang berganti kostum. “Wah… cantik. Semua kawan menggunakan kaos yg memang sudah dipersiapkan sebelumnya” ucap batin ku. Dengan seragam yang bertuliskan “temu kangen – kance kecik dan dengan 140 nama kami tertulis dibelakangnya”, semakin terlihat kebersamaan kami. Luar biasa… aku bangga melihat wajah teman teman yang hadir penuh keceriaan dan dengan senyuman mereka masing masing.

Di dinding terpampang banner ukuran 4×2 meter. Itu adalah tema reuni kance kami yang bertuliskan “TEMU KANGEN SMPN 1/83 – SMAN 1/86 ~ APAPUN WARNO KITO DULU KITO PERNAH PUTIH BIRU DAN PUTIH ABU ABU“. Tema ini semakin terasa menyatukan kami yang sudah lama berpisah. Ada sekitar 30 tahun. Lama tidak jumpa membuat kerinduan di kami semakin kuat untuk bertemu dan mengadakan acara reuni ini. Jarak yang jauh dan kesibukan yang dihadapi tidak menyurutkan langkah kami untuk berkumpul melepas rasa kangen. Ada daya tarik yang sangat kuat untuk berkumpul disini.

Selintas satu persatu ku amati kance kance kecik yang hadir. Diantara yang aku ingat namanya adalah Santi, Eldi, Peni, Neneng, Sayit, Lina, Beni, Dani, Cikman, Rizal, Amrul, Helfi, Heriyanto, Siuling, Erni, Joko, Misna, Icut, Elliya, Dana, Heny, Etika, Didit, Abian, Sambudiman, Lidya, Okoy, Fongfong, Cucu, Wondo, Egi, Iis, Cik Utih, Hendra, Daldiri, Erniar, Hendra, Wondo, Edi Maksum, Aswandi, Jontri, Euis, Destati, Dadang, Qoimah, Very, Celik (Rusli), Leman (Sulaiman), Feri Sovana, Erwanto, Absan, Ical, Efrizal, Tuning, Untung, Erno, Wasri, Umar Sudi, Mardin, Farida, Masrun, Pupung, Juahria, Meli, Yusirwan, Lisa, Rustam, Mat Tjik, Samron, Aftoni, dan masih banyak lainnya yang aku tidak hafal namanya. Diantara mereka hadir juga istri Sahrul Fitri yang sengaja kami undang.

Sementara guru guru yang hadir baru p Hayan, p Julius dan p Ibnu Hajar.

Cik Utih sebagai MC mulai mengawali acara. “Pas…” pikir ku. Cik Utih membawakan acara dengan santai namun semangat dan penuh keakraban. Suasana betul betul cair dibuatnya. Semua yang hadir tertuju kepada pembawa acara. Terlebih ketika Cik Utih mulai memainkan pantunnya.

“Dari sumedang ke Sukabumi,
Sengaja untuk membeli buku,
Betapa senang hati kami,
Karena hari ini dapat bertemu”.

dan dilanjutkan…

“Bukan buku sembarang buku,
Buku bergambar bunga melati,
Bukan bertemu sembarang bertemu,
Tapi bertemu dalam acara reuni”.

Kami semua memberi applaus dengan tepuk tangan tanda setuju dengan pantun yg dibawakan oleh Cik Utih. “Memang tanah leluhur sumatera ini kaya dengan budayanya. Salah satunya adalah pantun yang dimiliki oleh masing masing daerah” pikir ku. Aku tersenyum sendiri dan tanpa sadar rupanya Cik Utih sudah memanggil nama ku sebagai Koordinator Panitia untuk menyampaikan sepatah dua patah kata.

Apa ada perubahan skenario ya pikir ku. Karena semalam rancangannya kami maju bersama, yaitu Hendra Martha selaku Ketua Pelaksana bersama rekan yang mewakili dari SMP dan dari SMA. “Tapi yeaaa sudahlah, tidak ada lagi ruang untuk bertanya” pikir ku.

Aku langsung maju dan mengambil mikrofon yang disodorkan Cik Utih. Sebagai pembuka, aku hanya menyampaikan salam hormat kepada guru2 & rekan2 yang sudah hadir serta menyampaikan terimakasih atas kerjasama dan dukungannya sehingga acara REUNI KANCE KECIK ini bisa terselenggara.

Tadi Cik Utih sempat berpantun. Aku berpikir, “apa yang bisa ku lakukan untuk mem-breaking suasana”. Dengan spontan aku terbersit ingin melantunkan sebait Hymne Guru untuk menghormati jasa para guru kami.

“🎼🎤 Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru – Nama mu akan selalu hidup dalam sanubari ku – Semua bakti mu akan ku ukir didalam hati ku – Bagai prasasti terima kasih ku ntuk pengabdian mu…🎧”

Aku tadinya berniat menghentikan lagu tersebut. Namun aku kaget, tanpa diatur… tanpa diminta… dan tanpa dikomando… dengan spontan rupanya kance kance semua berdiri dan langsung melanjutkan bait nyanyian berikutnya. Suara mereka menggema diseluruh ruangan. Bagaikan paduan suara yang sudah terlatih dan mereka semua bernyanyi dengan penuh perasaan. Suara mereka terasa bergetar. Aku tahu kawan kawan menyanyikan itu dengan ikhlas dan sepenuh hati. Aku tidak mampu menghentikan koor tersebut. Semua pojok ku sapu dengan pandangan. Aku melihat sosok Feri Sovana bernyanyi dengan tegap dan dengan tangan terkepal diacungkan. Aku terharu melihatnya. Semua kance berdiri dan bernyanyi dengan semangat. Kalau tidak malu, ingin rasanya aku menangis melihat antusiasme kawan kawan. Bait demi bait terasa mengiris persendian ku. Betapa luar biasanya jasa seorang guru. Dengan sabar mereka mengajarkan murid muridnya agar kelak menjadi orang berguna tanpa berharap imbal jasa sedikitpun. Murid muridnya perlahan menjadi orang hebat. Sementara mereka tetap berdiri di depan kelas. “Semoga jasa dan bakti mereka menjadi ibadah yang tidak terputus karena diamalkan oleh semua anak muridnya” pinta ku dalam hati.

Selesai menyanyikan Hymne Guru, dengan teratur semua kawan duduk tanpa diperintah. Dari atas panggung ku lihat wajah terharu dibalik keceriaan mereka yang dengan spontan dan sukarela bernyanyi bersama. Aku bangga dengan kalian “kance kance ku semua…”.

Aku melanjutkan sambutan ku dengan suara yang sedikit tertahan. Yang ku sampaikan berikutnya semata berharap kepada semua kance untuk terus menjaga persaudaraan dan tali silaturahmi ini mengingat banyak manfaat yang bisa diperoleh dari ini semua. Sambutan ku akhiri…

Berikutnya Cik Utih melanjutkan acara dengan meminta perwakilan kance dari SMP dan SMA untuk menyampaikan kesan sepatah dua patah kata…

Photo bersama acara REUNI KANCE KECIK...

Photo bersama acara REUNI KANCE KECIK…

Berji'e

Berji’e

Reuni

Untuk menyampaikan kesan sepatah dua patah kata, secara berturut turut dimintakan kepada Cikman sebagai perwakilan dari SMPN 1 Angk ’83 dan Amrul Muslimin wakil SMAN 1 Angk ’86. Dalam sambutannya, Cikman maupun Amrul menyampaikan kesan tentang indahnya masa masa sekolah dan perasaan bahagia dengan banyaknya sahabat kala itu. Serta tidak lupa mereka juga menyampaikan terimakasih atas bimbingan guru guru yang dengan sabar dan disiplin mendidik murid muridnya. “Kita sudah diajarkan tentang tanggung jawab oleh bapak ibu guru kita” lanjut Cikman lagi. “Dan kita berharap acara seperti ini dapat dilakukan secara berkala dalam rangka menguatkan dan menjaga silaturahmi diantara kita” ajak Amrul lagi. Itulah semua ungkapan yang disampaikan oleh dua sahabat yang mewakili kami atas nama semua kance kance yang hadir.

Selanjutnya Cik Utih meminta kepada p Hayan sebagai wakil dari guru untuk menyampaikan sambutannya. Aku memperhatikan p Hayan saat dia naik ke panggung. “Gayanya tidak banyak berubah. Hanya faktor usia yang membuat raut wajahnya menambah kerut ketuaannya” pikir ku dalam hati. Yang membuat aku surprise, rupanya diam diam guru ku ini telah menyiapkan situasi tersebut. Beliau langsung mengeluarkan catatan dari kantongnya. Ternyata apa yang dikeluarkan oleh p Hayan adalah catatan puisi sebagai pesan kepada kami anak muridnya. Kalimatnya mengalir dengan indah. Gaya bahasanya membuat kami teringat saat beliau berdiri di depan kelas mengajar murid muridnya. Gaya khas nya semakin kentara. “Dia memang tipe guru Bahasa Indonesia yang mampu berbahasa dengan baik” ucap batin ku. Ditengah p Hayan menyampaikan sambutannya, tak lama pintu gedung terbuka. Dan kami semua surprise karena yang muncul dari balik pintu itu adalah p Rahardjo Megeng kepala sekolah SMAN 1 saat itu, didampingi oleh Pak Syaibun Manaf guru Fisika dan Pak Baharrudin guru Agama.

Mereka semua adalah guru guru kebanggaan kami. Terlebih p Rahar karena kami mengenal beliau sebagai kepala sekolah yang cakap, smart, berintegritas serta memiliki dedikasi yang tinggi dalam dunia pendidikan. Phisiknya kelihatan kecil, tapi mengendarai motor merupakan hobinya dan dia jagonya. Aku ingat betul bagaimana beliau menyelesaikan S1 nya yang hampir tiap hari bolak balik Prabumulih – Palembang hanya berkendaraan motor. Kegigihan yang didukung dengan kepintarannya, tercermin dari caranya mengelola sekolah dan membangun komunikasi dengan anak muridnya. Baik didepan kelas saat mengajar, maupun berinteraksi dalam situasi informal.

Selesai p Hayan menyampaikan sambutannya, Cik Utih tidak mau menyia nyiakan kesempatan yang ada. Cik Utih langsung meminta p Rahar juga untuk naik ke atas panggung menyampaikan pesan pesannya kepada kami anak muridnya. Aku dengan seksama mengamati beliau. Kesan wibawa nya masih terlihat ketika berjalan. Saat berbicara, ketegasan dan kepiawaian beliau menghadapi anak muridnya masih tampak jelas dari caranya menyampaikan sambutan. Aku berpikir “wajar saja saat beliau jadi kepala sekolah, kami termotivasi untuk terus memacu diri agar kelak dapat berkompetisi memperoleh penghidupan yang layak di tengah masyarakat”. “Aku bangga anak anak ku. Kami diundang hadir disini berarti kalian masih inget dengan kami para guru. Aku hanya berharap kalian bisa menjalani hidup dengan baik, apapun profesi kalian” kata p Rahar dengan suara lantang dan penuh semangat.

Bersama p Rahar tadi ada p Syaibun. Pikiran ku langsung melayang mengingat Betra. Dia adalah sahabat kami yang juga merupakan anak p Syaibun. Aku ingat Betra dari keaktifannya yang cukup sering jadi petugas upacara waktu itu. Spesialisasinya adalah membaca Pembukaan UUD 1945 atau teks Pancasila. Namun cerita itu tinggal kenangan, karena Betra telah mendahului kami semua. Betra wafat saat bertarung nyawa dalam kondisi melahirkan. Itu ceritanya yang ku dapat. Tidak hanya Betra, beberapa sahabat kecil kami juga sudah banyak yang tiada. Diantaranya Armizon, Hendius. Mengingat itu semua, aku merasa beruntung karena masih diberikan kesempatan hidup dan kesehatan oleh Allah SWT.

Tapi aku juga menyadari, kami tidak lagi muda, yang harus siap dipanggil kapanpun. Mencapai umur 50 tahun bagi kami adalah suatu kenikmatan yang besar. Hanya yang aku pertanyakan “sudah cukupkah bekal kami kelak untuk menghadap Nya Sang Maha Segalanya” pikir ku. Ibarat sebuah perjalanan panjang. Kami ini sudah berada diujung. Akan kah kami sampai pada tujuan akhir atau justru berbelok menyimpang dari tujuan tersebut…??? Lamunan ku buyar seketika saat tahu p Rahar selesai menyampaikan pesannya dan turun dari panggung.

Selepas p Rahar menyampaikan sambutan, selanjutnya Cik Utih meminta kepada semua guru kami yang telah hadir untuk naik ke atas panggung. Termasuk juga tiga orang kawan kami satu angkatan yang sengaja kami undang khusus.

Alhamdulillah… kami bersyukur bahwa pengumpulan dana yang kami lakukan mencapai target sehingga niat kami untuk berbagi dalam bentuk tali asih dapat kami wujudkan. Ini adalah sebagai tanda cinta kami kepada guru guru maupun rasa ingin berbagi kepada rekan kami yang kurang beruntung.

Sebetulnya tidak besar nilai yang kami bagikan. Kami hanya berharap mudah mudahan ini bisa menjadi tanda mata tersendiri buat guru guru tercinta yang telah mendidik kami. Sedang kepada tiga orang rekan kami, setidaknya dapat membuat mereka tersenyum pada hari itu dengan ikut menikmati kebahagiaan berkumpul yang kami rasakan. “Mudah mudahan ini memiliki makna tersendiri serta dapat bermanfaat bagi mereka dan keluarganya” ucap ku dalam batin.

Malalui kegiatan ini setidaknya secara bersama kami sudah membangun kepedulian diantara kance kecik. Mudah mudahan niat baik ini dapat kami teruskan dan tidak terbatas hanya dalam bentuk seremonial semata. Aku meyakini, kebahagian itu akan menjadi semakin sempurna saat kita melihat orang lain bahagia karena tindakan kita. Subhanallah… semoga persaudaraan kami terus dijaga dan tetap konsisten serta istiqomah dalam membangun hubungan baik dengan kance kance kecik kami.

Selesai penyerahan tali asih ini, selanjutnya kami semua bersalaman dengan guru guru. Saat bersalaman, terasa dekat rasanya dengan mereka dan seolah baru kemarin kami diajar. Ada rasa haru. Ada juga rasa senang saat melihat ternyata guru guru kami masih sehat. Setelah bersalaman, Cik Utih mempersilahkan kepada guru guru dan semua yang hadir untuk bisa menikmati hidangan makan siang yang sudah tersedia. Sebagian dari kawan kawan, saat yang lain antri mengambil makanan, langsung memanfaatkan situasi untuk menunjukan kebolehannya bernyanyi. Cik Utih sebagai pembawa acara tidak dapat berbuat banyak, hanya bisa tersenyum kecut melihat ulah kawan kawan tersebut..

Guru kami
In action guru kami, Pak Rahardjo Megeng, Pak Julius, Pak Baharudin, Pak Syaibun, Pak Hayan dan Pak Ibnu… 😉

Salaman dg guruSaat bersalaman dgn guru-guru…

Pak HayanBersama Pak Hayan…

Aku belum tertarik untuk ikut antri ambil makanan. Rasanya perut ku belum begitu minta diisi. Aku lebih menikmati menyaksikan kawan kawan yang asyik bernyanyi sambil menemani para guru ngobrol. Tidak lama selesai bersantap, Pak Rahar dan guru lainnya mohon diri untuk meninggalkan acara. Kami mengantarnya sampai ke depan. Hanya rasa syukur dan ucapan terima kasih yang bisa kami haturkan kepada beliau beliau yang sudah menyempatkan diri untuk hadir. Selepas mengantar mereka, kami pun kembali ke ruangan tempat acara.

Sambil menonton aku memanfaatkan situasi ini untuk mendatangi meja rekan rekan yang orangnya aku rada lupa wajah dan namanya. Waktu yang begitu panjang berlalu ikut mempengaruhi ingatan ku. Lebih dari 30 tahun kami tidak bertemu. Hari ini tanggal 30 Juli. Aku teringat apa yang pernah disampaikan Umar Sudi. “30 Juli merupakan akronim 30 tahun Jumpa Kembali” kata Umar dalam WA nya. Aku tertegun membacanya. Hal yang tidak terpikirkan namun menjadi satu kebetulan menurut ku. Pas sekali tanggal tersebut dengan makna reuni kami saat ini, karena ada 30 tahun atau lebih kami berpisah sejak jaman sekolah dulu. Satu persatu ku datangi meja kawan kawan sambil say hello sekedar menanyakan kabar mereka. Bagi ku setidaknya aku bisa dapati nama mereka.

Musik terus mengalun. Kawan kawan ku perhatikan asyik tenggelam dengan kesibukan mereka masing masing. Ada yang terus bernyanyi dan bergantian berjoget. Ada yang sibuk berfoto dengan berbagai gayanya. Ada yang menikmati makanan suguhan dari KC. Ada juga yang asyik bercengkerama. Semua larut dengan suasana yg ada.
Di dekat panggung, Okoy, Tika dan genk terus bernyanyi diiringi oleh Dani menyanyikan lagu andalan nostalgia cinta mereka tahun 80 an. Mereka tampil cukup pede.

Seolah berlomba dan tidak mau kalah, pasangan duet Mang Dadang & Lina dengan Abian & Heny juga terus memanaskan panggung dengan lagu dan gaya mereka yang kocak dan sedikit romantis. Lebih heboh lagi saat Erno, Untung dan Wasri turun bergantian dengan dankdut dan gaya mereka masing masing. Beberapa kawan turut menari di atas panggung. Luar biasa, hampir semua yg hadir ikut bergoyang bergantian.

Mata ku tertuju ke salah satu meja yang belum sempat ku datangi. Disitu ada sekumpulan rekan yang asyik bercengkerama tanpa terusik dengan gegap gempita yang ada di panggung. Sesekali pandangan mereka menoleh ke depan. Bergerak sejenak dan setelah itu larut kembali dengan obrolan mereka.

Ada mata yang menatap ku diam diam. Aku tahu. Saat ku balas dia segera melarikan pandangannya. Hmm… aku hanya bisa bergumam. Aku jadi teringat ke masa lalu dengan sosok itu. Tapi ah… sudahlah. Aku tidak mau suasana reuni terganggu dengan kenangan itu. Biarlah itu terkubur bersama jejak remaja ku. Tapi disisi lain aku juga tidak ingin jadi pengecut. Khawatir nanti aku malah di cap angkuh dengan sikap ku yang tidak mau tahu.

Perlahan aku bangkit dari tempat duduk. Ku beranikan mendekatinya. Sambil mendekat, senyum ku layangkan ke arah nya. Ku ulur kan tangan untuk menyapanya. Dia tersenyum kecut. Lesung pipitnya masih seperti dulu, walau gurat wajahnya tidak lagi sekencang dulu. “Apa kabar” sapa ku lembut sambil duduk di sebelahnya. “Baik” jawabnya singkat dengan sedikit senyum. Kesan imut masih kuat membekas saat gigi kecil di depannya muncul kala dia tersenyum. Tidak banyak yang bisa ku obrol kan, karena ada rasa canggung dari gaya dan ucapannya. Selintas aku menangkap ada kesan tidak nyaman di matanya. Ada misteri yang tidak bisa ku ungkap saat itu. Aku juga tidak ingin memaksa untuk mencari tahu terlalu jauh.

Beberapa temannya sempat memperhatikan ku tanpa aku mengerti apa yang ada dalam pikiran mereka. Disitu ada Qoimah, Destati dan Misna yang aku kenal. Mungkin mereka tahu pikir ku. Tapi yeaa sudahlah, aku juga tidak ingin terjebak dalam situasi yang dapat merusak suasana.

Memandang Destati aku jadi ingat Wilman. “Sayang Wilman tidak hadir. Harusnya dia bisa bertemu saudaranya” pikir ku. Tadi Lina sempat menunjukan sosok laki laki yang mirip Wilman sebagai suami Destati. Aku sedikit kaget, “kok mirip Wilman” ucap ku dalam hati. Aku hanya bergumam, “ada hubungan apa ya Wilman dengan suami Destati”. Rasanya semua orang juga akan berkata sama pikir ku. “Atau memang ada sesuatu antara Wilman dengan Destati… hehehe” aku membatin. Kadang memang jodoh datang tanpa disangka. Tapi apapun yang sudah kita dapatkan, itulah yang terbaik yang diberikan oleh NYA. Rasa syukur yang patut kita panjatkan.

Jam sudah menunjukan pukul 3 lewat. Kawan kawan ku perhatikan masih antusias terus bernyanyi. “Acara kito sampai jam berapo Bang” kata Cik Utih. “Sampe jam 4 bae lah Cik” jawab ku spontan. Kawan kawan memang masih semangat, tapi kami tidak mungkin membiarkan acara ini terus tanpa ada batasan waktu. Sebagian kawan kawan yang datang dari luar Prabumulih sudah ada yang pamit. Termasuk yang harus mengejar pesawat malam, berangsur angsur juga meninggalkan ruangan. Menit menit menjelang pukul 4 sore terus mendekat diiringi dengan alunan musik yang terus mengalun.

Kurang lima menit, aku coba memberi kode ke Cik Utih untuk bersiap mengakhiri acara. Berat rasanya untuk membuat usai kegiatan ini. Jujur… ada rasa enggan sebetulnya dalam hati ku. Tapi apa boleh buat. Setiap pertemuan memang harus diakhiri dengan perpisahan. Itulah kehidupan yang selalu penuh dengan romantika. Ku perhatikan wajah beberapa kawan yang masih bersemangat di ruangan itu. Ada perasaan tidak tega sebetulnya. Namun Cik Utih sudah terlanjur meminta lagu kemesraan sebagai acara penutup. Semua yang hadir perlahan membuat lingkaran dan saling bergandengan. Aku semakin terharu karena detik detik perpisahan sudah semakin dekat. Musik mulai mengalun. Hati ku semakin tercekat mendengar lirik yang mulai dinyanyikan oleh kawan kawan secara bersama.

” 🎼 Kemesraan ini janganlah cepat berlalu – Kemesraan ini ingin ku kenang selalu… 🎧 “

Sambil bernyanyi aku keluar dari lingkaran. Aku tidak ingin menyia nyiakan kesempatan terakhir ini. Aku ingin mengenang semua wajah yang hadir. Video mulai ku hidupkan untuk merekam kenangan ini. Satu persatu wajah mereka ku sorot. Saat disorot masing masing melambaikan tangan. Aku tahu, perasaan mereka sebetulnya tak ubahnya seperti apa yang ku rasa. Bait bait terakhir terus mengalun pertanda REUNI KANCE KECIK ini segera berakhir. ” 🎼… Hati ku damai jiwa ku tenteram disamping mu – Hati ku damai jiwa ku tenteram bersama mu 🎧”.

Kami bertepuk pertanda nyanyian Kemesraan berakhir sudah. Ini menandakan usailah sudah acara kami. Tapi tepukan itu terasa kosong bagi ku saat kami bersalam salaman dan saling berpelukan. Ada pertanyaan yang sulit ku jawab, “kapan kebersamaan ini bisa terulang kembali…???”.

Kaki ku perlahan terus ku ayun menuju kamar hotel tempat ku menginap. “Aku puas acara reuni terselenggara dengan baik dan ramai” pikir ku. Namun ternyata langit langit kamar tidak mampu membuat ku tersenyum. Sepi…

Sambil bernyanyi

Saat bernyanyi dan menari… 😉

2016-09-24-photo-00000063

2016-09-24-photo-00000064

2016-09-24-photo-00000065

You may also like

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: