Perih… terenyuh… nelongso… dan sedih saat hadir dalam RUPP (Rapat Umum Pekerja Pertamina) “Rapatkan Barisan Untuk Blok Mahakam” di Kantor Pusat Pertamina pada Rabu 18 Maret 2015 kemarin. Dibalik itu, darah tua saya juga ikut mendidih dan membara mendengar ungkapan dari para Pembicara yang menyampaikan orasinya dengan semangat tinggi.
Animo Pekerja yang hadir juga luar biasa. Khususnya kaum muda sebagai pelanjut tongkat estafet ini ke depan. Namun jika dikalkulasi dengan total jumlah Pekerja Pertamina dirasakan kehadiran tersebut masih belum sebanding. Mudah-mudahan mereka yang tidak hadir juga ikut menyaksikan tayang langsungnya yang di-rely ke semua Unit di Persero, kecuali Anak Perusahaan.
Blok Mahakam adalah persoalan kita semua. Persoalan bangsa ini. Terlebih kita sebagai Pekerja yang ada di dalamnya dan terkait langsung dengan isu ini. Tapi, kemana mereka yang tidak hadir…? Seolah-olah ini bukan urusan penting buat Pekerja. Direksi yang hadirpun hanya Dirut seorang. Padahal masyarakat dan khususnya Mahasiswa serta banyak tokoh sangat peduli akan hal ini. Mereka berjuang dan bersuara keras agar Blok Mahakam diserahkan kepada Pertamina.
Yel yel yang membangkitkan rasa kebersamaan dan semangat nasionalisme terus bergema diantara orasi para aktifis. Teriakan dan jawaban diseantero pelataran lantai ground terus membahana (siapa kita “IN.. DO.. NE.. SIA” – Pertamina “JAYA” – Pekerja “SEJAHTERA”). Ada rasa haru, syahdu, campur aduk dengan rasa geram. Mengapa Pemerintah selalu tidak punya ketegasan terhadap blok-blok potensial yang sudah habis kontraknya? Selalu ada keraguan dan keberpihakan kepada asing. Ada apa…?
Penasehat FSPPB Drg. Ugan Gandar, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI) Faisal Yusra, Presiden FSPPB Eko Wahyu serta aktifis (& srikandi) secara bergantian membakar semangat dan menjelaskan betapa pentingnya arti Blok Mahakam bagi Pertamina dan negeri ini. Ini tidak sebatas akan kandungan Migas yang ada didalamnya. Tapi juga menyangkut value yang memiliki arti luas dan sangat berharganya bagi kedaulatan negeri ini.
Presiden KSPMI mengingatkan, kita pernah gagal dua kali dalam hal kedaulatan Migas. Pertama, pada tahun 1962 saat penyerangan Irian Barat. Dimana banyak pesawat tempur kita tidak bisa terbang karena tidak memiliki BBM. BBM dikuasai oleh Shell dan Indonesia lumpuh secara kedaulatan energy. Kedua, saat UU Migas diberlakukan pada tahun 2001. Dimana tidak ada Pekerja dan Manajemen Pertamina yang peduli akan hal ini serta tidak adanya keberpihakan Pemerintah, sehingga melalui UU ini terjadi liberalisasi Migas dan banyak kewenangan Pertamina dikebiri. Pemain asing diuntungkan dan anteknya yang nota bene anak negeri sendiri bersorak diatas penderitaan masyarakat banyak.
Penasehat FSPPB Drg. Ugan Gandar berulang kali menegaskan, “Pekerja harus bersatu, hilangkan semua sekat dan silo yang ada dalam rangka merebut Blok Mahakam. Semua elemen kekuatan harus kita satukan, baik internal maupun eksternal. Jika Pemerintah mencla mencle, kita akan turun dengan kekuatan penuh” yang disambut dengan gegap gempita dan tepukan riuh dari mereka yang hadir. “Ini bukan Darurat Mahakam, lebih tepatnya kondisi ini merupakan Darurat Pertamina” lanjut beliau lagi.
Jika ditinjau lebih dalam lagi, mengapa Blok Mahakam memiliki arti strategis bagi Pertamina dan seluruh masyarakat Indonesia? Diantara fakta dan issu yang berkembang adalah :
- Total sangat ngotot untuk tetap menguasai blok ini walaupun kontraknya sudah mau terminate pada 2017 nanti. Apakah tidak cukup 50 tahun waktu yang diberikan kepada Total untuk mengeruk sumber daya migas kita? Kurang baik apalagi negeri ini? Jika tidak karena cadangan yang masih sangat potensial tersimpan disini, ketamakan apalagi yang ingin mereka pertontonkan.
- Informasi data yang tersampaikan kepada Pemerintah melalui SKK Migas, pada 2017 nanti cadangan 2P (proven & potential) yang tersisa berkisar 131 juta Bbls untuk minyak dan 3.8 TCF (Trillion Cubic Feet) untuk gas. Sementara beberapa pihak menyatakan cadangan gas nya masih sangat tinggi, yaitu 12.5 TCF bahkan lebih. Wow… nilainya sangat luar biasa.
- Data cadangan atau data subsurface masih ada yang disembunyikan oleh pihak Total seperti informasi di atas. Bahkan ada penemuan baru pada lapangan “bulan” & “bintang” (red. nama asli disembunyikan) yang memiliki kandungan potensial namun informasinya masih ditutupi secara ketat. Wow… jika begitu, Blok ini semakin menggoda “bagaikan gadis rupawan yang disembunyikan kecantikannya”.
- Total menjadi perusahaan minyak skala besar yang ditenggarai 70% pendapatannya berasal dari Blok Mahakam. Ketua SP Plaju Dicky Firmansyah menyatakan bahwa, kita bangga tahun 2013 Pertamina meraih laba bersih sebesar US$ 3.2 Milyar. Tapi apakah kita tahu, kalau Total berhasil membawa keuntungan bagi negerinya pada tahun yang sama sebesar US$ 6.4 Milyar hanya dari Blok Mahakam. Sementara Pertamina yang bekerja mati-matian mengupayakan bisnis Migas nya dari Sabang sampai Merauke hanya meraih keuntungan sebesar itu. Apanya yang salah…? Orang awam secara mudah menilai, “Total bekerja dengan cerdas, sedangkan Pertamina masih banyak kebocoran dan terjadi in-efisiensi disana sini (jika tidak mau dibilang bodoh)”.
- Saat ini Manajemen bisa jadi sedang pusing memikirkan hutang yang menggunung. Global Bond kita sudah mencapai US$ 8.75 Milyar (atau lebih dari Rp 110 Trilyun) yang sebagiannya mulai jatuh tempo pada tahun 2021, 2022 dan 2023. Jika dijumlahkan semua hutang kita hampir mencapai Rp 300 Trilyun. Sementara keberhasilan investasi dari dana hutangan tersebut masih penuh tanda tanya. Dengan kondisi ini, bagaimana kita memenuhi kewajiban tersebut. Sementara proyek kita seperti RDMP (Refinery Development Master Plan) yang memiliki arti strategis bagi kedaulatan negeri terkatung-katung karena ketidak mampuan kita dalam pembiayaannya. Hal-hal ini rasa-rasanya jika kita berhasil menguasai Blok Mahakam 100% merupakan salah satu solusi ces pleng dalam meraup pembiayaan.
- Seorang kawan eks Total menyatakan tidak ada yang sulit dengan operasional di Blok Mahakam. Kedalaman sumurnya hanya berkisar 100 meter dan langsung ketemu dengan minyak. SDM bangsa sendiri yang di Total sudah menguasai teknologi yang ada. Pekerja Hulu Pertamina juga memiliki pengalaman dan kemampuan yang cukup untuk mengambil alih teknologi tersebut. Yang diperlukan saat ini adalah dimulainya transisi dan alih informasi serta teknologi dari pihak Total ke Pertamina yang harus didukung oleh Pemerintah.
- Tanjung Batu Offshore Supply Base yang merupakan satu-satunya tempat strategis di Kalimantan sebagai support drilling operation, seharusnya dikelola sendiri oleh PT Pertamina (Persero) dan/atau Anak Perusahaannya. Saat ini fasilitas tersebut yang berada dibawah pengawasan Manajemen Asset Dit. Umum & SDM disewakan kepada Petrosea yang selanjutnya oleh Petrosea (POSB) disewakan lagi kepada banyak KKS (Kontraktor Kerja Sama) asing dengan nilai berlipat-lipat. Apa yang salah…? Karena ketidak tahuan atau tidak paham atau…? Dalam situasi saat ini, sumber pundi-pundi seperti ini harus segera kita kuasai dan kelola sendiri karena mempunyai nilai jual sangat tinggi (margin meningkat). Dengan penguasaan fasilitas ini menjadi semakin mudah dalam mengelola logistic Blok Mahakam.
- Disisi lain, secara geopolitics, penguasaan Blok Mahakam dan wilayah Tj. Batu memiliki arti strategis bagi Pemerintah terkait keberadaan Malaysia untuk menguasai pulau Ambalat.
So… Blok Mahakam merupakan sesuatu banget. Saat ini merupakan sumber gas terbesar di tanah air. Total berjaya sebagai perusahaan Migas di tingkat dunia karena keterlibatannya di Blok Mahakam. Sekarang, apakah peluang ini mau kita lewatkan. Jika kita ingin kerja cerdas dan kerja ikhlas, menurut Presiden FSPPB Eko Wahyu bukan berarti kita pasrah pada saat Pemerintah meneruskan pengelolaan Blok Mahakam kepada Total. Tapi maksudnya disini adalah bagaimana kita bisa meninggalkan warisan terbaik kepada generasi penerus dan anak cucu melalui sebuah perjuangan “kerja” saat ini.
Jika kita masih sayang dengan Perusahaan ini, mari kita buat survive & growth Pertamina. Jangan sampai Pertamina hanya menjadi sebuah cerita dan tinggal dalam pelajaran sejarah anak cucu kita. Mari kita peduli. Dalam situasi darurat ini tidak cukup kita hanya duduk manis di meja kerja dan seolah sudah merasa bekerja keras. Sekarang saatnya… Tunggu apa lagi, AYO REBUT MAHAKAM. Siapa kita – IN.. DO.. NE.. SIA.. (* penulis saat ini sedang menyelesaikan program Magister Hukum)