Belum hilang dari ingatan. Tanggal 18 Maret 2015 lalu kita baru melakukan RUPP (Rapat Umum Pekerja Pertamina) “Rapatkan Barisan Untuk Blok Mahakam”. Sebelumnya pada tanggal 5 Juni 2014 kita juga lakukan Solidaritas FSPPB Long March dengan tema “Membangun Kedaulatan Pengelolaan Migas Indonesia” yang salah satu agendanya juga mengusung Blok Mahakam. Serta banyak lagi agenda FSPPB lainnya terkait ini.
Kemarin, tanggal 6 Agustus 2015 dilakukan longmarch dalam rangka Tasyakuran “tolak sharedown Blok Mahakam”. Kegiatan ini diikuti lebih dari 1300 orang yang berasal dari 19 SP dibawah koordinasi FSPPB, ditambah berbagai elemen masyarakat.
Aksi ini dipicu akibat keputusan Pemerintah melalui Kementerian ESDM yang menetapkan bahwa Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation masih mendapatkan jatah 30 persen. Disini nyata terlihat tidak konsistennya Pemerintah. Apa yang dijanjikan 100% untuk Pertamina, mereka ingkari. Apa salah kita “Pertamina” sehingga tidak diberikan kepercayaan oleh Pemerintah.
Menilik dari sejarah, 50 tahun Blok Mahakam dikelola “dikuasai” oleh asing “Total Prancis dan Inpex Jepang” sejak 31 Maret 1967 dan akan berakhir pada 31 Desember 2017. Rasanya sudah lebih dari cukup mereka mengeruk isi perut negeri ini. Sesuai UU, Blok ini harusnya dikembalikan dan dikelola oleh Pemerintah 100% melalui Pertamina sebagai BUMN. Untuk itu kita wajib meng-amini bahwa setiap pemikiran dan upaya yang menggiring untuk diberikan kepada asing adalah sebuah pengkhianatan terhadap rakyat negeri ini.
Harusnya Pemerintah menjadi inspirator. Berbuat nyata untuk mengembalikan ke pangkuan bumi pertiwi. Kita harus waspada, jangan sampai terjadi seperti Freeport yang kembali ke asing karena banyak permainan trik yang dilakukan untuk mengelabui rakyat. Karena itu semua Pekerja dan elemen masyarakat harus bersatu dan berjuang dengan semangat dan tekad yang sama. Kita harus mampu mencontoh perjuangan para pendahulu kita dalam merebut kemerdekaan dari penjajah “asing”. Taruhannya hanya dua “hidup atau mati”. Semangat para pejuang ini perlu di-reinkarnasi, agar asing dan anteknya tidak memandang sebelah mata dan mengerdilkan kemampuan anak bangsa untuk mengelola Blok Mahakam.
Bagi pekerja “FSPPB” dan elemen masyarakat yang tergabung didalamnya, penguasaan 100% Blok Mahakam oleh Pertamina merupakan HARGA MATI. Jika tuntutan ini tidak dipenuhi akan ada eskalasi aksi. Pekerja harus bersatu padu mempertahankan kedaulatan energi nasional. Sebab jika ini diabaikan, akan berdampak timbulnya kerugian yang luar biasa bagi negeri ini.
Ungkapan-ungkapan ini terasa kental disuarakan oleh para aktifis. Mulai dari Presiden FSPPB “Eko Wahyu Laksmono”, Sekjen FSPPB “Febri Rusnal”, Presiden KSPMI “Faisal Yusra”, Pembina FSPPB “Drg. Ugan Gandar”, dan banyak pentolan SP lainnya, termasuk SP dari PLN dan PGN serta perwakilan Mahasiswa dan tokoh masyarakat yang memancing rasa kebangsaan dan menggetarkan nurani. Terlebih bergidik saat lagu “Darah Juang” yang dinyanyikan secara bersama oleh para Mahasiswa. Yel yel yang membangkitkan rasa kebersamaan dan semangat nasionalisme terus bergema diantara orasi para aktifis. Teriakan dan jawaban terus menggema, siapa kita…! “IN.. DO.. NE.. SIA”.
Kita tidak anti asing. Tapi untuk menegakkan kedaulatan energi sebagai bangsa yang berdaulat, penguasaan bumi, air dan semua kekayaan alam yang terkandung didalamnya oleh pihak asing harus dihentikan.
Sangat disadari, kebutuhan energi nasional terus meningkat, sedangkan cadangan energi yang tersedia semakin terbatas. Produksi terus turun. Kondisi ini sangat-sangat memprihatinkan. Negara mengalami devisit sumber energi fosil yang semakin tajam. Ini juga semakin menguras cadangan devisa Pemerintah. Nilai tukar rupiah yang semakin melemah terhadap dolar, semakin memperparah kondisi perekonomian dan kehidupan rakyat.
Blok Mahakam merupakan secercah harapan. Informasi yang tersampaikan kepada Pemerintah melalui SKK Migas, pada 2017 nanti cadangan 2P (proven & potential) yang tersisa berkisar 131 juta Bbls untuk minyak dan 3.8 TCF (Trillion Cubic Feet) untuk gas. Sementara beberapa pihak menyatakan cadangan gas nya masih sangat tinggi, yaitu 12.5 TCF. Bahkan ada penemuan baru pada lapangan “bulan” & “bintang” (red. nama asli disembunyikan) yang memiliki kandungan potensial namun informasinya masih ditutupi secara ketat. Wow… jika begitu, Blok ini semakin menggoda “bagaikan gadis rupawan yang disembunyikan kecantikannya”.
Pertamina diyakini bisa tumbuh kuat jika dapat menguasainya. Pendapatan dari sini juga akan mengalir dan memperkuat kas negara, seperti layaknya Total E&P Indonesie menyumbang “memberikan keuntungan” ke Perancis dan Inpex Corporation ke Jepang selama berpuluh tahun. Efeknya jelas berimplikasi kuat kepada pertumbuhan ekonomi dan kehidupan masyarakat.
Ini menjadi alasan kuat mengapa Blok tersebut harus kita perjuangkan. Pemerintah bisa jadi berada di bawah tekanan asing. Jadi untuk merebutnya kita harus berjuang, karena bahasa surat, kata-kata bijak, sentuhan nurani dan lobi-lobi sudah tidak mempan lagi bagi Pemerintah “penguasa”. Sekarang saatnya kita satukan semangat dan kekuatan menolak sharedown Blok Mahakam dengan pihak asing. Tapi pedulikah Komisaris, Direksi, Manajemen dan Pekerja akan situasi ini, bahwa kita harus bersatu dan berjuang bersama. Bisa jadi jawabannya TIDAK… Ini terbukti saat tasyakuran “longmarch” kemarin. Jumlah mereka yang peduli masih sangat sedikit. Mudah-mudahan alasannya bukan karena PENGECUT “takut akan jabatan dan kekuasaan”.
Para Mahasiswa jauh lebih peduli dari pekerja. Mereka datang dari Palembang (Aliansi Mahasiswa Peduli Energi Rakyat – AMPERA, BEM IGM, BEM Poltek Unsri, BEM IAIN), perwakilan Mahasiswa Papua di Jakarta, Indramayu (HMI, Wiralodra dan Stikes), Purwokerto (Univ. Sudirman), Semarang (Undip dan HMI), Surabaya (diwakili 10 Perguruan Tinggi/Universitas) dan Makasar (Fopkei dan Permahi). Mereka sebetulnya tidak punya kepentingan dan tidak mendapatkan untung dari aksi ini. SKS dan Dosen mereka di kampus juga tidak mensyaratkan itu. Tapi mereka rela berjuang membela Pertamina. Mereka datang menggunakan bus dan kapal. Sungguh sangat melelahkan. Makananpun cuma dapat nasi telor. Tapi mereka loyal dan sangat bangga bisa membela kepentingan negeri ini. Wajah mereka tulus dan riang. Sementara Pekerja dan Manajemen Pertamina yang punya kepentingan bisnis serta menyandarkan penghidupannya dari sini sebagian besar tidak peduli. Bahkan mungkin ada kesan angkuh dan sombong. Mana rasa malu itu…? Sungguh sangat mengenaskan…
Disamping Mahasiswa juga hadir perwakilan dari SP PT Badak NGL, SP PGN dan SP PLN. Juga lima orang tokoh yang selalu setia membela perjuangan ini, yaitu Marwan Batubara (Dir. Eksekutif Indonesian Resources Studies – IRESS), M. Hatta Taliwang, Ferdinan Hutahaean (Dir. Eksekutif Energy Watch Indonesia), Prof. Asdar dan Prof. Juajir (keduanya Guru Besar Unhas).
Agar tidak menjadi alasan bagi penguasa negeri ini, Direksi beserta jajarannya harus menyiapkan langkah-langkah strategis dan melakukan upaya maksimal. Kesiapan ini harus ditunjukan mulai dari pendanaan untuk mengembangkan Blok tersebut, yang didukung dengan aspek teknis, geologis dan sumber daya manusianya. Hal ini sebetulnya sudah berhasil dibuktikan oleh Pertamina saat mengambil alih ONWJ (dari BP), WMO (dari CNOOC) dan Siak (dari Chevron). Dukungan Pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada Pertamina untuk masuk lebih awal dalam masa transisi sebelum kontrak ini berakhir juga tidak kalah pentingnya. Kewenangan ini ada pada Pemerintah dan harus bisa direalisasikan agar proses pengalihan dapat berjalan baik.
Terimakasih kepada Pekerja dan semua pihak yang ikut berjuang. Ini adalah tugas mulia. Setengah hari kita habiskan bersama untuk sebuah target besar bagi Perusahaan dan negeri ini. Semoga niat baik kita, menyentuh nurani dan membuka pintu hati para penguasa negeri ini. Ini akan menjadi kenangan heroik bagi siapapun yang terlibat di dalamnya. Siapa kita – IN.. DO.. NE.. SIA…