Rada tersentak dengan tudingan pemberitaan di media terkait TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) pada proyek-proyek Pertamina. Seberapa besar kebenaran dari pemberitaan tersebut, khususnya dikaitkan dengan pencopotan “pemecatan” Pejabat Tinggi di Pertamina. Sebelum masuk kesitu, coba kita lihat apa itu TKDN, dan apa untung ruginya bagi kita.
Penerapan TKDN merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam me-utilisasi produk-produk dalam negeri. Jelas ini sangat mulia. Saya pribadi dan yakin banyak pihak sangat mendukung hal ini. 4 jempol buat Pemerintah dengan menggulirkan kebijakan ini. Namun untuk meningkatkan TKDN tentunya perlu waktu. Karena, industri dalam negeri tidak bisa serta merta memproduksi barang-barang yang kandungannya dominan impor dan/atau jenis barang yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur dan teknologi pabriknya pun belum tersedia di dalam negeri.
Penetapan preferensi untuk memperkuat industri nasional sudah diberikan oleh Pemerintah melalui peraturan yang dikeluarkan. Tujuannya agar industri dalam negeri berkembang dan mempunyai struktur yang kuat dalam menghadapi persaingan ke depan. Walaupun faktanya penetapan preferensi tersebut belum dijalankan sebagaimana mestinya. Bahkan sering dalam pelaksanaannya spesifikasi yang dibuat, cenderung berpihak kepada produk impor.
Untuk implementasi TKDN, secara regulasi perangkatnya juga sudah ada seperti PP Nomor 29 Tahun 2018 dan Kepres No 24 Tahun 2018, namun mengapa penerapannya terkesan belum berhasil. Kalau kita mau sebutkan, mungkin beberapa kendalanya adalah sbb :
1. Belum adanya rasa saling percaya (distrust) antara industri pengguna dengan produsen terkait kualitas barang yang dihasilkan.
2. Belum siapnya industri nasional terkait penyediaan volume serta kualitas bahan baku dan produk dalam memenuhi spec kebutuhan sektor industri yang cukup tinggi.
3. Masih banyak industri yang masih bergantung pada impor dengan berbagai alasan sehingga produk dalam negeri terus termarjinalkan.
4. Bisa jadi Pemerintah masih belum tegas dalam penerapan aturan TKDN dan/atau rendahnya law enforcement, membuat pelaku usaha tidak serius untuk melaksanakan ketentuan ini.
Padahal jika kebijakan ini dijalankan dengan baik dapat memberikan efek positif yg sangat besar seperti :
a) Dapat meningkatkan kemampuan, memacu produktivitas dan mendorong daya saing industri dalam negeri serta menekan importasi bahan baku di tengah kondisi perdagangan dunia yang cenderung tertutup.
b) Dapat menyerap lapangan pekerjaan yang cukup banyak bagi masyarakat disamping juga efektif menyerap SDA sebagai bahan baku dan komponen dari negeri yang cukup kaya ini.
c) Dapat menghemat devisa nasional karena hal ini akan mempengaruhi antara porsi ekspor dan impor.
d) Negeri ini jangan hanya dijadikan pasar empuk dan menggiurkan bagi teknologi dan barang/jasa oleh produk/pihak luar.
e) Rasa nasionalisme dan kecintaan terhadap produk sendiri akan tumbuh subur di masyarakat.
Bagaimana dengan efek negatifnya? Apakah ada? Bisa jadi ada. Makanya penerapan TKDN ini juga harus dilakukan dengan hati-hati, jangan sampai menjadi boomerang bagi industri dalam negeri dan merugikan konsumen. Karena jika dipaksakan, sementara industri dalam negeri belum siap, bisa jadi biaya produksi (production cost) menjadi lebih mahal yang harus dibayar oleh Konsumen. Belum lagi pemenuhan aspek kualitasnya yang tidak sesuai yang dapat berdampak terhadap kehandalan barang/teknologi yang digunakan, sehingga bisa menimbulkan efek ekonomi biaya tinggi dan merugikan pihak pengguna. Dan yang paling fatal, masyarakat/industri menjadi alergi dengan produk nasional.
Hal ini pernah dialami oleh Pertamina saat patuh dalam menggunakan galangan dalam negeri untuk pengadaan kapal-kapalnya dibawah 17.500 DWT. Dimana yang terjadi selain terlambatnya kapal yang diproduksi juga mengganggu aspek keekonomian karena terjadinya opportunity loss. Disamping tersebut hal ini juga menjadi temuan BPK yang cukup membuat sibuk karena penggunaan galangan dalam negeri ini. Ternyata sikap manut malah berujung masalah.
Disamping tersebut perlu juga memperhatikan dampak negatif bagi industri lainnya, yang dapat menghambat pertumbuhan industri pada tahapan berikutnya.
Serta jangan sampai juga memicu tumbuhnya barang ilegal (Black Market) seperti yang terjadi pada perangkat Ponsel. Karena hal ini akan menimbulkan kerugian bagi Pemerintah secara langsung yang dapat menurunkan potensi penerimaan pajak serta konsumen tidak mendapatkan perlindungan berupa garansi.
Penerapan TKDN di PT KPI – Pertamina
Nah sekarang bagaimana dengan penerapan TKDN pada proyek-proyek di Pertamina “khususnya di PT Kilang Pertamina Internasional (KPI)” yang menjadi sorotan media dan banyak pihak. Pada tahun 2021 ini pelaksanaan TKDN untuk proyek diatas Rp 50 Milyar di PT KPI mencapai sebesar 52% (dari total 9 Proyek). Jadi penerapan di PT KPI sudah jauh lebih tinggi dari batas minimum 25% yang ditentukan oleh Pemerintah.
Dalam pelaksanaan proses Tender nya, telah diterapkan beberapa tahapan sebagai bentuk kepatuhan terhadap Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), a.l:
a. Para bidder harus menyampaikan Formulir perhitungan TKDN dari beberapa vendor pilihan mereka untuk beberapa material terkait.
b. Dalam proses tender yang melibatkan konsorsium seperti kontraktor asing, perhitungan TKDN juga dilengkapi dengan Nota Kesepahaman antara kontraktor dalam konsorsium tersebut, untuk mengikat komitmen porsi TKDN dari material – material terkait.
c. Sebagai upaya validasi atas kesesuaian dan kepatuhan terhadap TKDN, Pertamina juga menggunakan Independent Consultant untuk menguji kebenaran komponen TKDN tersebut.
Sebagai komitmen atas kepatuhan terhadap TKDN juga telah dilakukan beberapa hal sbb:
a. Menjadikan Average TKDN Utilization sebagai Key Performance Indicator (KPI) Direktur Utama PT Pertamina (Persero)
b. Pembentukan Tim Peningkatan TKDN internal Pertamina serta telah dibentuk Fungsi Local Content Utilization Management (LCUM) yang memiliki concern khusus terhadap aspek TKDN.
c. Kontribusi sebagai anggota Tim Percepatan Pembangunan Kilang Pertamina (TP2KP) bersama PT Barata Indonesia, PT Krakatau Steel dan PT Rekayasa Industri, dengan komitmen concern dalam “peningkatan TKDN”, dimana hal ini dilaporkan juga kepada Menteri BUMN.
d. Sosialisasi concern P3DN kepada Fabrikator terkait mekanisme berpartisipasi di proyek Pertamina kepada asosiasi melalui Forum Komunikasi (ForKom) yang diselenggarakan oleh Pertamina.
Dalam tiap tahapan pengelolaan proyek, terdapat rencana tindak lanjut penerapan aspek-aspek kepatuhan atas P3DN yang juga melibatkan Stakeholder seperti BPPT, Tim P3DN Pusat, Kemenperin dan Asosiasi Pengusaha Minyak dan Gas Dalam Negeri, antara lain:
a. Tahap Pra Proyek: “dilakukan pendampingan Manufaktur Dalam Negeri dan pendafaran dalam e-brands”.
b. Tahap Penyusunan Front End Engineering Design (FEED): “adanya kewajiban penggunaan barang serta substitusi barang & jasa menggunakan produk dalam negeri”.
c. Tahap Pengadaan: “Penetapan Approved Brand/Vendor List (AB/VL), target TKDN, klausul terkait P3DN dan penyampaian Master List bebas barang wajib”.
d. Tahap Engineering, Procurement, & Construction (EPC): “Monitoring & Controlling Capaian TKDN serta verifikasi capaian TKDN”.
Disamping tersebut juga telah dilakukan Audit Kepatuhan P3DN/TKDN oleh BPKP pada tahun 2020 yang tindak lanjutnya terus dilaporkan secara berkala sampai dengan saat ini.
Jadi secara tegas dapat dinyatakan, bahwa terkait TKDN Pertamina berkomitmen untuk terus meningkatkan penggunaan produk dan jasa dalam negeri sebagai langkah nyata mendorong perekonomian nasional. Selama ini Pertamina juga selalu manut/comply dengan apa yang menjadi kebijakan Pemerintah.
Dalam hal ini sebetulnya dari Pemerintah melalui Pejabat terkaitnya sudah menyatakan bahwa konsistensi Pertamina patut di-apresiasi dalam mendukung implementasi P3DN/TKDN ini dalam meningkatkan penggunaan komponen lokal dalam proses bisnis perusahaan.
Disisi lain Anggota Komisi VI DPR RI melalui pemberitaan juga menyatakan bahwa masalah TKDN bukanlah alasan utama pencopotan petinggi Pertamina, dimana terkait ini persoalannya sudah dibahas bersama Komisi VI DPR beberapa waktu lalu dan diyakini sudah tercapai sesuai penugasan pemerintah.
So… simpang siur pemberitaan di media terkait pemecatan pejabat tinggi Pertamina terkait TKDN tidak beralasan dan harusnya gugur dengan sendirinya. 😎
Dengan mencermati cukup banyak aspek positifnya, kebijakan penerapan TKDN ini hendaknya :
1. Menjadi perhatian serius Pemerintah untuk menumbuhkan rasa saling percaya, terutama kesiapan Produsen dan penyedia jasa sehingga muncul trust dari penggunanya. Jika perlu ada upaya untuk mendampingi para pelaku industri secara profesional untuk membangun kepercayaan dengan menyiapkan SDM yang kompeten, penyiapan infrastruktur untuk transfer teknologi dan bahan baku lokal.
2. Pemerintah harus bisa memilah sektor industri mana yang dapat didorong secara bertahap dan cepat agar target yang diharapkan dapat dilakukan dan dicapai secara singkat dalam rangka mendorong industri manufaktur untuk substitusi impor. Harus ada keberpihakan yang nyata terhadap produk industri dalam negeri, termasuk memberikan arahan maupun penetapan roadmap industri yang jelas bagi pengembangan industri nasional.
3. Ketidaktaatan banyak pihak terkait penerapan TKDN ini perlu menjadi evaluasi serius bagi Pemerintah, misalnya terkait impor pipa dari China karena “Pabrik baja dalam negeri tidak berproduksi secara maksimal dan tidak mampu memenuhi kebutuhan industri, harga pipa impor jauh lebih murah, bunga Bank di Indonesia terlalu tinggi hingga lebih dari 10%, dlsb”.
4. Law enforcement harus ditegakkan oleh Pemerintah jika syarat TKDN tidak terpenuhi untuk keberhasilan implementasi ini. Jadi tidak hanya sekedar dihimbau, harus ada sanksi tegas. Termasuk jika produsen global tidak bisa memenuhi aturan tersebut, maka harus dilarang berusaha di Indonesia.
5. Pemerintah sebaiknya memberikan insentif kepada produsen yang telah mengalokasikan investasinya dengan memenuhi TKDN di Indonesia, misalnya berupa pengurangan bea cukai dan sebagainya.
6. Harus ada keseriusan dari semua pihak sebagai pelaksana dan pengambil kebijakan di lapangan untuk memberdayakan industri dalam negeri dengan memberi ruang dan pasar yang lebih besar kepada produk nasional melalui pengadaan barang & jasa.
7. Dibutuhkan konsistensi dan integritas dari semua pihak, baik Pemerintah maupun pihak terkait lainnya tanpa dikaitkan dengan syahwat politis agar niat membangun industri nasional yang kuat bisa terealisasi dengan baik. Tidak easy come easy go… Sehingga ketergantungan pada produk impor secara bertahap dapat dihilangkan.
Kita harus yakin jika negeri ini bisa sukses dalam memajukan produksi nasionalnya. Kita punya banyak lahan dan SDA, punya SDM usia produktif yang cukup besar, punya pasar sendiri dengan populasi sekitar 271 juta jiwa, dlsb. Semoga tujuan mulia dalam rangka mensukseskan produk lokal berjaya di negeri sendiri dan mengangkat harkat martabatnya serta menumbuhkan rasa nasionalisme masyarakat dapat diwujudkan. Semoga… (fbs – 14 Maret 2021).